SerambiMuslim.com — Hari ini, seluruh jemaah haji yang mencapai sekitar 2 juta orang dari berbagai penjuru dunia sedang melaksanakan wukuf di padang Arafah, salah satu momen paling sakral dalam rangkaian ibadah haji. Mereka berkumpul bersama-sama mengenakan pakaian ihram yang seragam, tanpa membedakan status sosial, usia, atau warna kulit. Pria dan wanita, tua dan muda, kaya dan miskin, semua berkumpul di tanah yang sama untuk menjalankan rukun haji yang paling utama ini.
Wukuf di Arafah: Inti Ibadah Haji
Wukuf secara harfiah berarti “berhenti” atau “berdiam diri.” Dalam konteks haji, wukuf di Arafah berarti jemaah berhenti di padang Arafah, berdiam dalam keadaan ihram, dan melaksanakan ibadah dengan penuh khusyuk. Momen ini berlangsung sejak masuk waktu zuhur tanggal 9 Dzul Hijjah hingga sebelum terbit fajar tanggal 10 Dzul Hijjah.
Hadis yang sangat populer dari sahabat Abdurrahman ibn Ya’mar menyatakan, “الحَجُّ عَرَفَةُ” (Haji itu adalah Arafah). Hadis ini menjadi landasan kuat bagi mayoritas ulama fiqh dari empat madzhab yang sepakat bahwa tidak sah ibadah haji tanpa melakukan wukuf di Arafah.
Dalam momen wukuf ini, para jemaah dianjurkan memperbanyak istighfar (memohon ampun), tafakkur (merenung), dzikir, membaca Al-Qur’an, dan kalimah thayyibah. Wukuf adalah waktu refleksi diri yang sangat tepat karena jamaah berada dalam suasana ruhani yang sangat kuat, jauh dari kesibukan dunia, di tempat yang dianggap sangat mulia.
Haji Merangkum Seluruh Ibadah Islam
Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang wajib dilakukan sekali seumur hidup bagi yang mampu. Dalam hadis lain, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Islam dibangun atas lima pilar, yaitu syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji. Haji menjadi pilar terakhir yang mengikat seluruh pilar sebelumnya.
Dari segi dimensi, ibadah haji unik karena menggabungkan dimensi spiritual (rûhâniyah), jasmaniah (fisik), dan finansial (mâliyah). Haji bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga memerlukan kesiapan fisik yang prima, biaya yang cukup, dan faktor keamanan yang terjamin.
Oleh karena itu, kewajiban berhaji hanya dikenakan pada mereka yang benar-benar mampu (istitha’ah). Kesiapan jasmani penting karena haji membutuhkan perjalanan panjang dan mobilitas tinggi dengan kerumunan yang sangat padat. Kemampuan finansial dibutuhkan untuk menanggung biaya perjalanan dan kebutuhan selama di tanah suci, agar tidak menjadi beban dan penderitaan. Keamanan juga harus terjamin, sebagaimana pengalaman saat pandemi COVID-19, di mana banyak negara membatasi keberangkatan jamaah demi keselamatan bersama.
Talbiyah: Panggilan Menyambut Ibadah Haji
Sejak memulai ihram, sepanjang perjalanan, hingga menyelesaikan rangkaian ibadah haji, jamaah terus mengumandangkan talbiyah sebagai ungkapan kesiapan dan ketaatan pada panggilan Allah SWT:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ
Artinya:
“Aku sambut panggilan-Mu, ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat adalah milik-Mu, begitu pula kerajaan. Tiada sekutu bagi-Mu.”
Talbiyah adalah pengakuan jiwa dan ketaatan mutlak kepada Allah SWT, sekaligus menjadi pengikat seluruh jamaah haji dari seluruh dunia dalam satu ikatan keimanan dan ketaatan.
Arafah: Titik Kesadaran dan Refleksi Spiritual
Padang Arafah bukan hanya sekadar lokasi fisik, tetapi juga simbol kesetaraan dan kesucian. Di sana tidak ada perbedaan status, suku, bangsa, atau jenis kelamin. Semua jemaah memakai pakaian ihram yang sama, menciptakan suasana ukhuwah dan kerendahan hati yang mendalam.
Dalam suasana spiritual yang demikian kuat, jamaah melakukan refleksi mendalam atas diri sendiri, melakukan istighfar, berdoa memohon ampunan, dan menghayati makna kehidupan dan kematian di hadapan Sang Pencipta.
Menurut para ahli refleksi, kondisi berdiam dan berhenti seperti wukuf di Arafah sangat mendukung proses berpikir mendalam, keterbukaan hati, dan kejujuran spiritual. Jamaah dihadapkan pada kesadaran penuh akan kelemahan diri dan kebutuhan untuk memperbaiki diri.
Sufi mengungkapkan sebuah pepatah terkenal, “من عرف نفسه فقد عرف ربه” yang berarti “Siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.” Nama Arafah sendiri berasal dari kata “arafa” yang berarti mengenal atau mengetahui, mengisyaratkan bahwa wukuf adalah waktu terbaik untuk mengenali jati diri dan kembali pada Sang Pencipta.
Harapan dan Doa
Melalui pelaksanaan wukuf di Arafah hari ini, jamaah haji di seluruh dunia berharap mendapat haji yang mabrur — ibadah yang diterima oleh Allah SWT dan membawa perubahan positif dalam hidup. Mereka membawa harapan dan doa untuk keselamatan, kedamaian, dan keberkahan bagi seluruh umat Islam di dunia.
Semoga momen sakral ini menjadi penguat iman dan amal bagi kita semua, mengingatkan kita akan pentingnya kerendahan hati, persaudaraan, dan kepasrahan kepada Allah SWT.