serambimuslim.com– Shalat sebagai ibadah utama dalam Islam hendaknya dilakukan dengan penuh khusyuk dan ketenangan.
Namun, terkadang pada shalat subuh atau waktu-waktu tertentu, sebagian orang merasa mengantuk sehingga tanpa sadar mereka menguap.
Rasa kantuk ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kelelahan setelah seharian beraktivitas atau kurangnya waktu istirahat.
Ketika mengantuk, tubuh merespons secara alami dengan membuka mulut untuk menguap, yang sering kali diiringi oleh keluarnya napas sebagai ekspresi lelah.
Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Muslim: bagaimana hukum menguap saat sedang shalat, dan apa tindakan yang seharusnya dilakukan? Dalam hal ini, Rasulullah saw pernah memberikan panduan melalui sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah.
Dalam hadis tersebut, Rasulullah saw. bersabda:
التَّثَاؤُبُ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
Artinya: “Menguap itu gangguan dari setan, maka apabila salah seorang di antara kalian menguap, hendaklah ia berusaha menahannya sebisa mungkin.” (HR Muslim).
Hadis ini menjelaskan bahwa menguap adalah suatu bentuk gangguan dari setan. Oleh sebab itu, setiap Muslim yang sedang shalat dianjurkan untuk menahan menguap sebisa mungkin agar tidak mengganggu kekhusyukan shalat.
Pakar hadis terkenal, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat 852 H), dalam kitabnya Fathul Bari memberikan penjelasan mendalam mengenai hadis ini.
Ia menjelaskan bahwa hadis tersebut menyebutkan bahwa kemakruhan menguap ini berlaku khusus saat shalat, meskipun tindakan menguap juga dimakruhkan di luar shalat.
Ibnu Hajar mengemukakan, “Dalam riwayat yang lain, hadis ini diqayidi (diberikan catatan) saat melaksanakan shalat, sehingga lafal yang mutlak bisa diarahkan kepada lafal yang diqayidi. Sebab, setan memiliki tujuan mengganggu orang yang sedang melakukan shalat, dan karenanya kemakruhan menguap dalam shalat lebih besar dibandingkan di luar shalat.”
Dengan demikian, setan memiliki motif untuk mengalihkan konsentrasi seorang Muslim ketika ia shalat, sehingga dianjurkan menahan menguap dengan semaksimal mungkin.
Dalam perspektif fikih, menguap saat shalat termasuk tindakan makruh, yang berarti lebih baik dihindari. Hal ini disampaikan oleh Syekh Abdul Hamid Asy-Syirwani (wafat 1301 H) dalam Hawasyi Asy-Syirwani ‘ala Tuhfatil Muhtaj bi Syarhil Minhaj.
Beliau menjelaskan, “Dimakruhkan menguap, sebab terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: ‘Jika salah satu di antara kalian menguap dan ia dalam kondisi shalat, maka tolaklah semampunya, karena sesungguhnya jika salah satu di antara kalian berkata haa haa, maka setan akan tertawa.’”
Dari sini, dapat diambil kesimpulan bahwa menahan menguap adalah tindakan sunnah saat sedang shalat, untuk menghindari makruhnya tindakan tersebut.
Selain menahan menguap, ulama fikih juga menganjurkan untuk menutup mulut ketika menguap. Anjuran ini bertujuan agar menjaga adab ketika menguap dalam shalat, sehingga tidak mengganggu kekhusyukan.
Namun, timbul perbedaan pendapat mengenai tangan yang sebaiknya digunakan untuk menutup mulut, apakah tangan kanan atau tangan kiri.
Hal ini dijelaskan oleh Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’isyan (wafat 1270 H), seorang pakar fikih asal Hadramaut, Yaman.
Beliau menyampaikan bahwa terdapat dua pendapat dari ulama: Imam Ar-Ramli berpendapat bahwa menutup mulut dengan tangan kiri lebih utama, sementara Imam Ibnu Hajar menyatakan tidak ada ketentuan khusus, sehingga boleh menggunakan tangan kiri atau tangan kanan, baik menggunakan telapak tangan bagian luar maupun dalam.
Dalam kutipan dari Busyral Karim bi Syarhi Masailit Ta’lim, Syekh Sa’id Ba’isyan mengatakan, “Disunnahkan menutup mulut dengan menggunakan tangan apabila ada hajat (kebutuhan), seperti saat menguap, karena terdapat hadis sahih yang menjelaskannya. Lantas, apakah menutupi mulut tersebut dengan menggunakan tangan kanan atau kiri? Imam Ar-Ramli mengatakan menggunakan tangan kiri; sedangkan Imam Ibnu Hajar mengatakan boleh menggunakan tangan kiri atau kanan, dan kesunahan bisa diperoleh dengan salah satu tangan, baik menggunakan telapak bagian luar maupun dalam.”
Dari berbagai pandangan ulama ini dapat diambil beberapa kesimpulan penting. Pertama, menguap saat shalat hukumnya makruh menurut pandangan fikih, dan sebaiknya dihindari dengan berusaha menahannya.
Kedua, jika memang tidak bisa menahan menguap, dianjurkan untuk menutup mulut agar tetap menjaga kekhusyukan dalam shalat.
Terakhir, mengenai tangan mana yang digunakan untuk menutup mulut saat menguap, baik tangan kanan maupun kiri diperbolehkan, meskipun beberapa ulama lebih mengutamakan tangan kiri untuk tujuan tersebut.
Dengan demikian, umat Islam yang berusaha untuk khusyuk dalam shalat dapat mengikuti panduan ini untuk menjaga kesopanan dan kekhusyukan ibadah, baik dalam situasi di dalam maupun di luar shalat.
Hukum ini memperlihatkan betapa pentingnya adab dan kesopanan dalam Islam, bahkan dalam tindakan sederhana seperti menguap. Wallahu a’lam bis shawab.