Adab  

Hukum Tato dalam Islam: Sahkah Salat dengan Tato?

sholat dengan tato ilustrasi. (int)

Serambimuslim.com– Tato, atau seni melukis tubuh, menjadi salah satu bentuk ekspresi diri yang populer di kalangan sebagian orang, termasuk di kalangan sebagian umat Muslim.

Gambar yang ditato pada tubuh pun beragam, mulai dari nama pribadi, bunga, gambar binatang, hingga berbagai simbol lain.

Meski demikian, banyak yang bertanya-tanya mengenai hukum tato dalam Islam, khususnya apakah salat orang yang bertato sah atau tidak.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu tato dalam perspektif Islam, alasan mengapa tato diharamkan, dan bagaimana status ibadah salat bagi mereka yang memiliki tato.

Menurut Dr. Abdul Moqsith Ghazali, dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tato didefinisikan dalam kitab Al-Iqna’ Fi Halli Alfazhi Abi Syuja’ karya Muhammad Asy-Syarbini Al-Khathib sebagai proses menusukkan jarum ke dalam kulit hingga mengeluarkan darah,

kemudian di atasnya ditaburkan zat pewarna seperti getah nila untuk meninggalkan bekas warna biru atau hijau.

Dalam definisi ini, tato bukanlah sekadar menggambar atau melukis tubuh dengan bahan pewarna seperti inai atau henna, tetapi lebih kepada tindakan yang melibatkan tusukan jarum dan pengenaan pewarna ke dalam lapisan kulit yang sudah terluka.

Proses ini dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, bahkan berisiko mengarah pada infeksi jika tidak dilakukan dengan higienis.

Oleh karena itu, dalam konteks hukum Islam, tato dianggap lebih dari sekadar bentuk seni, melainkan suatu tindakan yang melibatkan perubahan fisik yang tidak alami terhadap tubuh manusia yang telah diciptakan oleh Allah SWT.

Hukum tato dalam Islam adalah haram. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW menegaskan:

“Allah melaknat perempuan yang bertato dan yang meminta ditato.” (Muttafaq ‘Alaih)

Larangan ini tidak hanya berlaku untuk perempuan, tetapi juga untuk laki-laki, karena pada dasarnya tato dianggap sebagai bentuk perubahan terhadap ciptaan Allah yang tidak diperbolehkan.

Tato juga dianggap sebagai sesuatu yang dapat mengandung najis karena proses pembuatan tato melibatkan darah yang tertahan di dalam kulit.

Selain itu, tato juga dapat mengubah tubuh manusia secara permanen, yang merupakan sesuatu yang dilarang dalam ajaran Islam.

Sebagai tambahan, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa tato pada wajah dan bagian tubuh lainnya dapat menyebabkan kerusakan pada keindahan alami tubuh yang telah diciptakan oleh Allah.

Oleh karena itu, tato tidak hanya dilarang karena dapat membawa dampak fisik, tetapi juga karena dianggap sebagai upaya untuk mengubah ciptaan Allah SWT.

Bagi sebagian umat Islam yang sudah terlanjur bertato, pertanyaan berikutnya adalah apakah salat mereka tetap sah meskipun tubuh mereka tertutup tato.

Sebagian orang merasa khawatir bahwa tato akan menghalangi air wudhu sehingga membuat salat mereka tidak sah.

Namun, menurut para ulama, tato itu sendiri tidak membatalkan salat atau menjadikannya tidak sah, asalkan tidak ada halangan bagi air wudhu untuk sampai ke kulit.

Dr. Abdul Moqsith Ghazali menjelaskan bahwa meskipun tubuh seseorang bertato, salatnya tetap sah.

Hal ini karena air wudhu tetap dapat membasahi kulit yang tertutup tato, mengingat tato pada dasarnya hanya berada di permukaan kulit dan tidak menghalangi air untuk menyentuh kulit secara langsung.

Oleh karena itu, tato tidak membuat tubuh menjadi najis dalam konteks salat, kecuali jika ada faktor lain yang menyebabkan tato itu sendiri menjadi sumber najis, misalnya infeksi atau luka terbuka.

Namun, tato tetap merupakan dosa bagi orang yang melakukannya, dan mereka yang bertato disarankan untuk bertobat.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits, seseorang yang telah melakukan tato disarankan untuk segera bertobat dan menghilangkan tato tersebut jika memungkinkan.

Bagi mereka yang sudah terlanjur bertato, hal pertama yang perlu dilakukan adalah bertaubat kepada Allah. Allah SWT adalah Maha Pengampun dan menerima taubat hamba-Nya.

Setelah bertobat, seseorang tidak perlu khawatir mengenai salatnya atau ibadah lainnya, karena yang terpenting adalah niat yang tulus untuk kembali ke jalan Allah.

Menurut beberapa ulama, tato yang telah ada pada tubuh seseorang tetap dapat dihilangkan meskipun harus melukai kulit.

Namun, tato hanya perlu dihilangkan jika tidak menimbulkan kerusakan pada tubuh atau fungsi organ yang ditato. Dalam hal ini, jika penghilangan tato berisiko menyebabkan cacat permanen atau kerusakan serius pada tubuh, maka tato boleh dibiarkan. Cukuplah dengan bertobat dan memohon ampun kepada Allah SWT.

Tato yang mengandung darah, menurut para ulama, dapat dianggap najis karena darah yang tertahan di kulit. Oleh karena itu, bagi mereka yang mampu menghilangkan tato dengan cara yang aman dan tidak berisiko merusak tubuh, hal ini sangat dianjurkan sebagai bentuk penebusan dosa.

Namun, jika tidak memungkinkan, taubat yang sungguh-sungguh sudah cukup untuk membersihkan diri mereka dari dosa tersebut.

Tato dalam Islam jelas haram karena merupakan tindakan yang mengubah ciptaan Allah SWT, melibatkan proses yang dapat menimbulkan najis, dan dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh.

Namun, bagi orang yang sudah terlanjur bertato, salat mereka tetap sah asalkan air wudhu tetap bisa mencapai kulit mereka. Tato tidak membatalkan ibadah salat, tetapi tetap menjadi dosa yang perlu dihindari.

Bagi yang ingin menghilangkan tato, hal itu hanya perlu dilakukan jika tidak membahayakan kesehatan tubuh, dan yang terpenting adalah bertaubat dan berusaha untuk memperbaiki diri.

Islam mengajarkan bahwa taubat yang tulus akan diterima oleh Allah, dan tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni-Nya.

Dengan demikian, meskipun tato merupakan sesuatu yang dilarang dalam Islam, setiap individu dapat kembali ke jalan Allah dengan penuh pengharapan akan ampunan-Nya.