Serambimuslim.com– Media sosial belakangan ini tengah ramai membicarakan selebgram transgender, Isa Zega, yang nama aslinya adalah Syahrul Isa.
Perbincangan tersebut mencuat setelah aksi Isa Zega melaksanakan ibadah umrah di Tanah Suci dengan mengenakan pakaian wanita lengkap dengan hijab syar’i.
Tindakan ini menarik perhatian banyak pihak, baik dari kalangan masyarakat umum hingga para tokoh agama.
Kejadian ini menjadi perbincangan hangat lantaran melibatkan isu sensitif terkait dengan identitas gender dan penerapan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Dilansir dari laman mui.or.id, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muiz Ali, memberikan respons keras terhadap tindakan tersebut.
Menurutnya, tindakan selebgram transgender tersebut merupakan bentuk penyimpangan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Kiai Muiz Ali menyatakan bahwa dalam istilah fikih, laki-laki yang berperilaku menyerupai perempuan disebut mukhannats, sedangkan perempuan yang menyerupai laki-laki disebut mutarajjilat.
Keduanya, menurutnya, termasuk perbuatan yang menyimpang karena tidak menerima fitrah yang Allah jadikan dalam bentuk dan jenis aslinya, yakni sebagai laki-laki maupun perempuan.
Lebih lanjut, Kiai Muiz Ali menjelaskan bahwa Islam mengajarkan bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia hanya dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan.
Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.”
Ayat ini menunjukkan bahwa penciptaan manusia adalah ketentuan Ilahi yang tidak dapat diubah sesuai keinginan manusia.
Oleh karena itu, setiap upaya untuk mengubah atau menyalahi fitrah tersebut, baik secara fisik maupun perilaku, dianggap bertentangan dengan ajaran agama.
Selain ayat Al-Qur’an, Kiai Muiz Ali juga mengutip hadis-hadis Rasulullah SAW yang melarang keras tindakan laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya.
Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan, “Rasulullah SAW melaknati laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”
Hadis ini memberikan petunjuk yang jelas bahwa Islam melarang adanya perilaku yang bertentangan dengan perbedaan jenis kelamin yang sudah ditentukan oleh Allah.
Bahkan dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda, “Usirlah mereka dari rumah kalian,” yang menunjukkan betapa kerasnya larangan terhadap perilaku tersebut dalam kehidupan umat Islam.
Penting untuk dicatat bahwa larangan ini tidak hanya berlaku dalam konteks berpakaian saja, tetapi juga dalam hal perilaku, suara, dan perhiasan.
Rasulullah SAW memperingatkan umatnya agar tidak terjebak dalam perilaku yang dapat mengaburkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam konteks ini, setiap individu diminta untuk menjaga kehormatan dan identitas gendernya sesuai dengan fitrah yang telah Allah tetapkan.
Dari sudut pandang ulama, terdapat berbagai pendapat terkait hukum transgender. Imam At-Thabary, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Bathal dalam Syarah Shahih Bukhari, menegaskan bahwa laki-laki tidak boleh menyerupai perempuan dalam hal pakaian atau perhiasan yang menjadi kekhususan perempuan, begitu pula sebaliknya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadir, yang menyatakan bahwa haram hukumnya bagi laki-laki untuk menggunakan pakaian perempuan atau meniru karakteristik perempuan seperti gerakan, suara, dan tingkah laku.
Pendapat-pendapat ini menunjukkan bahwa Islam secara tegas melarang tindakan yang bertujuan untuk mengubah identitas gender atau meniru perilaku lawan jenis.
Dalam konteks transgender, Kiai Muiz Ali mengungkapkan bahwa fenomena ini merupakan bentuk penyimpangan dari fitrah yang memerlukan perhatian serius.
Menurutnya, Islam mengajarkan agar setiap individu kembali kepada fitrah yang telah Allah tetapkan, meskipun seseorang mungkin memiliki kecenderungan untuk menyerupai lawan jenis.
Jika ada seseorang yang memiliki karakter atau sifat yang cenderung ingin menjadi lawan jenis, maka sebaiknya diberikan nasihat dengan cara yang baik dan bijaksana.
Kiai Muiz Ali juga mengingatkan agar orang tersebut terus berusaha memperbaiki diri dan memohon kepada Allah agar dijauhkan dari perilaku yang bertentangan dengan agama.
“Selain itu, kita bisa menyampaikan kepadanya supaya orang tersebut terus berusaha agar dirinya tidak memiliki kecenderungan karakter dan sifat yang melawan fitrahnya sendiri, seraya ia terus memohon kepada Allah SWT agar tidak tergolong orang yang terus larut dalam perbuatan yang dilarang dalam agama Islam,” tambah Kiai Muiz Ali.
Hal ini mengindikasikan bahwa pendekatan yang harus dilakukan terhadap individu yang mengalami kecenderungan seperti itu adalah melalui dakwah yang penuh kasih sayang, bukan dengan sikap permusuhan atau kekerasan.