SerambiMuslim.com–Menangis adalah reaksi alamiah manusia saat menghadapi kehilangan, terutama ketika orang terdekat meninggal dunia. Dalam kondisi tersebut, menangis terisak-isak adalah pemandangan yang umum terjadi. Namun, dalam ajaran Islam, terdapat batasan tertentu mengenai bagaimana seharusnya umat Islam mengekspresikan kesedihannya.
Meskipun menangis adalah hal yang wajar, umat Islam dianjurkan untuk tetap menjaga sikap dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa tangisan yang berlebihan dapat menambah beban bagi almarhum di alam kubur. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum menangisi jenazah dalam Islam? Berikut penjelasannya.
Dalam bahasa Arab, menangis disebut sebagai بَكَى- يَبْكِى- بُكَى- بُكَاءً yang berarti mengeluarkan air mata disertai dengan suara. Dalam Islam, menangis bukanlah sesuatu yang dilarang. Bahkan, Rasulullah Saw sendiri pernah menangis ketika putranya, Ibrahim ra, meninggal dunia. Hal ini dapat dilihat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ra:
“Ibrahim! Terasa cepat Allah mengambilmu,” lalu, air mata beliau mengalir. Lantas, Abdurrahman bin ‘Auf bertanya, “Rasulullah, apakah Anda menangis? Bukankah Anda telah melarang untuk menangis?” Rasulullah menjawab, “Tidak, yang aku larang itu adalah ratapan yang berlebihan.”
Hadits ini menunjukkan bahwa menangis atas kehilangan seseorang diperbolehkan selama tidak disertai dengan ratapan atau ekspresi berlebihan yang melampaui batas.
Dalam buku Syarat Wajib Shalat dan Hukum Mengurus Jenazah karya Al-Qadhi Abu Syuja’, dijelaskan bahwa menangisi jenazah diperbolehkan selama tidak disertai dengan jeritan, meratap, atau perbuatan yang melampaui batas. Hal ini juga ditegaskan dalam buku Hukum Merawat Jenazah oleh KH. Muhammad Hanif Muslih Lc, yang menyatakan bahwa jenis tangisan yang dilarang dalam Islam adalah tangisan yang berlebihan, seperti meraung-raung, menampar pipi, merobek pakaian, atau mengucapkan kata-kata yang mencerminkan ketidakikhlasan terhadap takdir Allah.
Larangan ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (935), di mana Rasulullah Saw bersabda:
“Wanita yang meratapi kematian seseorang, dan tidak bertaubat sebelum mati, maka pada hari kiamat kelak dia akan diberdirikan dengan memakai bawah yang terbuat dari timah panas dan pakaian atas yang penuh dengan penyakit kulit.”
Selain itu, Imam Bukhari (1232) juga meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi Saw bersabda:
“Bukan dari golongan kami, orang yang menampar pipi, merobek-robek pakaian dan berdo’a dengan cara-cara jahiliah.”
Dari hadits tersebut, jelas bahwa Islam melarang umatnya untuk meratap secara berlebihan, karena hal itu mencerminkan ketidakikhlasan dalam menerima takdir Allah.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menangisi jenazah dalam Islam diperbolehkan, asalkan tidak dilakukan secara berlebihan. Menangis merupakan ekspresi alami manusia ketika kehilangan seseorang yang dicintai, tetapi harus tetap dalam batas kewajaran dan tidak disertai dengan ratapan berlebihan atau perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai umat Muslim, kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ujian kehidupan adalah hal yang dianjurkan.
Oleh karena itu, dalam menghadapi kematian orang terkasih, sebaiknya seorang Muslim tetap bersikap tenang, memperbanyak doa, serta menghindari tindakan yang bisa mengurangi rasa tawakal dan kepasrahan terhadap takdir Allah Swt.