Berita  

Kemenag Rancang Pesantren Bertaraf Internasional

Pendis Rapat koordinasi antar kementerian/lembaga terkait pembangunan Peantren Internasional, (int)

SerambiMuslim.com–Kementerian Agama (Kemenag) tengah menggagas pendirian Pesantren Internasional di Indonesia sebagai bagian dari strategi peningkatan kualitas pendidikan keagamaan serta mendorong lulusan madrasah agar mampu bersaing di tingkat global. Wacana ini dibahas dalam rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga yang berlangsung di Jakarta pada Rabu (13/3/2025).

Wakil Menteri Agama Republik Indonesia, Romo H. Syafi’i, menekankan bahwa pendidikan Islam harus terus berinovasi agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman. Menurutnya, perubahan lanskap global dan tantangan revolusi industri 4.0 menuntut lembaga pendidikan Islam untuk beradaptasi, tidak hanya dalam aspek spiritual, tetapi juga dalam aspek kompetensi dan keterampilan lulusan.

“Kita perlu membuka cakrawala baru dalam pendidikan Islam. Pesantren dan madrasah harus menjadi pusat pembelajaran yang tidak hanya unggul dalam ilmu agama, tetapi juga memiliki kemampuan bersaing di tingkat internasional,” ujar Wamenag Romo Syafi’i.

Ia juga menyoroti pentingnya regulasi yang jelas untuk madrasah swasta yang ingin berintegrasi ke dalam sistem nasional. Ia menyebutkan bahwa beberapa madrasah di Medan dan wilayah Sumatera Utara sudah diserahkan kepada pemerintah, namun proses integrasinya masih membutuhkan penanganan lanjutan.

Wamenag menyatakan bahwa konsep pesantren internasional harus tetap berlandaskan nilai-nilai Islam khas Indonesia, namun mampu mengadopsi standar pendidikan global. Menurutnya, hal ini sejalan dengan arah kebijakan internasionalisasi madrasah yang telah lama menjadi wacana Kementerian Agama.

“Beberapa negara seperti Jerman, Albania, dan Hongaria saat ini membutuhkan ribuan tenaga kerja terampil dari Indonesia. Ini merupakan peluang besar bagi lulusan madrasah kita untuk berkiprah di panggung dunia,” jelas Romo Syafi’i.

Untuk menjawab tantangan tersebut, ia menekankan pentingnya pendidikan vokasi dan keterampilan dalam kurikulum madrasah. Lulusan diharapkan tidak hanya paham ilmu keagamaan, tetapi juga memiliki kompetensi teknis yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan pasar kerja global.

“Jika kebijakan ini dapat menjamin masa depan anak-anak kita dan kesejahteraan guru, maka kita dapat melangkah dengan yakin,” tegas Wamenag.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Prof. Amien Suyitno, menjelaskan bahwa pengembangan Pesantren Internasional dapat meniru model Madrasah Internasional Insan Cendekia yang telah terbukti berhasil. Lembaga tersebut memiliki sistem kelembagaan yang kuat, tenaga pendidik berkualitas, serta kurikulum terstandar secara nasional dan internasional.

“Jika membangun dari nol, tantangannya adalah pada proses standarisasi yang harus lebih matang. Negara memang tidak dapat mendirikan lembaga swasta seperti pondok pesantren, tetapi dapat memfasilitasi dan mendampingi lembaga yang telah berbadan hukum,” jelas Prof. Amien.

Menurutnya, setelah yayasan atau badan hukum terbentuk, pemerintah dapat memberikan bantuan dalam bentuk hibah maupun kerja sama teknis. Dalam konteks ini, keterlibatan pemerintah bersifat fasilitatif, bukan sebagai pendiri utama lembaga pesantren.

Dirjen juga menekankan bahwa pesantren internasional ini harus memiliki beberapa karakteristik utama:

  1. Prinsip Tafaquh Fiddin – Pemahaman mendalam tentang ilmu agama Islam tetap menjadi fondasi utama.
  2. Sistem Multilingual – Penggunaan beberapa bahasa asing, seperti Arab, Inggris, dan bahkan bahasa-bahasa regional yang relevan, untuk meningkatkan daya saing lulusan.
  3. Enterpreneurship – Pendidikan kewirausahaan menjadi bagian integral dari kurikulum untuk mencetak santri yang mandiri secara ekonomi.

Dalam rapat tersebut, sejumlah opsi pengembangan juga dibahas. Pertama, mendirikan pesantren internasional baru dari nol. Kedua, mengembangkan Madrasah Aliyah Istiqlal yang saat ini berstatus swasta untuk dinegerikan dan ditingkatkan menjadi madrasah internasional. Ketiga, membentuk pesantren internasional dengan skema kemitraan antara pemerintah dan swasta (public-private partnership).

Gagasan pendirian pesantren internasional ini disambut baik oleh berbagai pihak, termasuk sejumlah organisasi masyarakat Islam. Mereka menilai langkah ini dapat menjadi jawaban terhadap kebutuhan akan lembaga pendidikan Islam yang adaptif terhadap zaman, namun tetap menjaga substansi dan nilai-nilai keislaman yang kuat.

Dalam konteks global, tren pendidikan keagamaan memang terus bergerak ke arah integratif. Negara-negara seperti Turki dan Malaysia telah lebih dahulu mengembangkan lembaga pendidikan Islam bertaraf internasional. Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk mengikuti jejak tersebut, mengingat jumlah pesantren yang mencapai lebih dari 39.000 unit (data EMIS Kemenag 2024), dengan jutaan santri yang tersebar di seluruh pelosok negeri.

Upaya ini juga sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pilar utama pembangunan nasional. Pesantren yang selama ini berperan besar dalam pembentukan karakter bangsa, diharapkan menjadi garda terdepan dalam melahirkan generasi muda yang religius, kompeten, dan siap bersaing di kancah global.