Momentum Milad ke-112 Muhammadiyah untuk Muhasabah

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. (int)

Serambimuslim.com– Pada peringatan milad ke-112, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, menyampaikan bahwa hari lahir Muhammadiyah merupakan sebuah momentum penting untuk melakukan refleksi.

Milad kali ini tidak hanya sebagai perayaan, tetapi juga sebagai sarana evaluasi (muhasabah) terhadap seluruh program dan gerakan yang telah dilakukan Persyarikatan, sekaligus proyeksi (maudhu’ah) untuk masa depan.

Menurut Haedar, ini adalah saat yang tepat untuk mengkaji kembali apa yang telah dicapai dan menyusun langkah-langkah strategis ke depan dalam menghadapi tantangan zaman.

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan telah menunjukkan komitmennya dalam memajukan kehidupan umat, bangsa, dan dunia secara keseluruhan.

Dalam pidatonya, Haedar Nashir menekankan bahwa Muhammadiyah tidak kenal lelah dalam menjalankan misinya untuk memakmurkan kehidupan umat manusia.

Melalui berbagai lini usaha yang dijalankan—seperti pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan dakwah—Muhammadiyah berfokus pada upaya ikhtiar memakmurkan bangsa Indonesia dan dunia pada umumnya.

Salah satu contoh nyata dari kontribusi Muhammadiyah adalah keberhasilan dalam mengembangkan berbagai lembaga pendidikan, rumah sakit, dan kegiatan sosial yang telah memberi manfaat besar bagi masyarakat luas.

Muhammadiyah dengan berbagai amal usahanya telah terbukti menjadi motor penggerak kemajuan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional.

Semua ini sejalan dengan tujuan utama Muhammadiyah, yaitu menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera, baik secara material maupun spiritual.

Tidak hanya Muhammadiyah, gerakan perempuan ‘Aisyiyah juga berperan penting dalam mewujudkan visi kemakmuran tersebut.

Haedar menegaskan bahwa ‘Aisyiyah bersama seluruh komponen dalam lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah terus bergerak bersama untuk mencapai tujuan yang sama, yakni kemakmuran hidup umat manusia.

Semua usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah bertujuan untuk mewujudkan kehidupan umat yang penuh berkah, serta untuk membawa kemanusiaan ke arah yang lebih baik.

Lebih lanjut, Haedar mengungkapkan bahwa tema milad kali ini, “Kemakmuran untuk Semua,” mengandung makna yang sangat dalam.

Kemakmuran yang dimaksud bukan hanya kesejahteraan duniawi semata, tetapi juga kesejahteraan ukhrawi.

Kemakmuran yang bersifat utuh dan menyeluruh lahir dan batin, material dan spiritual, serta duniawi dan ukhrawi adalah esensi dari ajaran Islam yang dianut oleh Muhammadiyah.

Ini adalah bentuk implementasi dari prinsip rahmatan lil ‘alamin, yaitu rahmat bagi seluruh alam semesta.

Haedar juga mengingatkan bahwa agar kesinambungan gerakan Muhammadiyah dapat terus terjaga, peran pemimpin menjadi sangat esensial.

Pemimpin yang baik tidak hanya memimpin dari atas, tetapi harus mampu menginspirasi dan memberikan arahan di setiap level organisasi, mulai dari pusat hingga ke ranting-ranting paling bawah.

Kepemimpinan yang ideal harus hadir di seluruh tubuh Muhammadiyah, agar gerakan ini tetap solid dan terarah.

Menurut Haedar, kepemimpinan yang ideal adalah yang selalu mengutamakan kemajuan, berpikir terbuka, dan mampu menghadirkan solusi-solusi terhadap tantangan zaman.

Pemimpin Muhammadiyah, sebagaimana yang telah digariskan oleh KH Ahmad Dahlan, harus mampu memimpin dengan akal pikiran, dengan kemampuan membedakan antara petunjuk dan kejahiliyahan.

Pemimpin Muhammadiyah juga harus memiliki komitmen untuk menjadikan Islam sebagai agama yang bercahaya dan membawa pencerahan bagi umat manusia.

Haedar mengutip perkataan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang mengatakan, “Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, tetapi manusianya yang memakai agama.”

Pesan ini mengingatkan kita bahwa agama Islam sejatinya adalah sumber pencerahan yang membangun akhlak mulia dan menebarkan rahmat kepada seluruh alam semesta.

Namun, jika manusia yang mengamalkan agama tersebut tidak menjaga esensi ajaran Islam yang sebenarnya, maka agama itu akan kehilangan cahayanya.

Kepemimpinan Muhammadiyah, lanjut Haedar, harus senantiasa menjaga nilai-nilai agama yang bercahaya tersebut dan menjauhi keberagamaan yang jumud, konservatif, dan anti kehidupan.

Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu memanfaatkan agama sebagai sumber nilai untuk membangun peradaban yang mulia, bukan yang menjadikan agama sebagai alat untuk mengekang kemajuan dan kehidupan yang dinamis.

Haedar juga menegaskan bahwa sesuai dengan Risalah Islam Berkemajuan, karakter kepemimpinan yang ideal dalam Muhammadiyah harus bercirikan profetik dan transformatif.

Kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang meneladani Nabi Muhammad SAW dalam membangun peradaban, seperti yang dilakukan beliau di Madinah al-Munawwarah.

Kepemimpinan transformatif adalah kepemimpinan yang mampu membawa perubahan positif dan kemajuan, menjawab tantangan zaman, serta memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi umat.

Dalam konteks Muhammadiyah, kepemimpinan ini diterjemahkan dalam bentuk gerakan Islam yang modernis dan reformis, sebagaimana yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan.

Kepemimpinan Muhammadiyah yang demikian mampu menjadi alternatif solusi atas berbagai persoalan sosial, politik, dan ekonomi yang dihadapi masyarakat Indonesia dan dunia.

Dengan semangat kepemimpinan seperti ini, Muhammadiyah terus berkembang dan tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman.

Pada peringatan milad ke-112 Muhammadiyah ini, Haedar Nashir mengajak seluruh warga Muhammadiyah untuk selalu mengingat pesan-pesan besar dari pendiri organisasi ini, KH Ahmad Dahlan.

Melalui gerakan yang modern dan reformis, Muhammadiyah harus tetap berkomitmen pada misi besar untuk memakmurkan umat, bangsa, dan dunia.

Dengan kepemimpinan yang profetik dan transformatif, serta mengedepankan nilai-nilai Islam yang bercahaya, Muhammadiyah akan terus menjadi pelopor dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan berkemajuan.