SerambiMuslim.com– Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Ahmad Tholabi Kharlie, menyampaikan khotbah Salat Idulfitri tingkat kenegaraan di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Senin (31/3/2025). Dalam khotbahnya, ia menegaskan bahwa ibadah puasa yang mabrur akan membawa Indonesia menuju kemajuan dan kesejahteraan.
Menurut Tholabi, puasa yang mabrur tidak hanya membentuk individu yang saleh secara personal, tetapi juga menanamkan moralitas Ramadan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
“Harapan bagi terwujudnya baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang makmur dan diberkahi, harus kita perjuangkan secara kontinu, konsisten, dan bersungguh-sungguh dengan spirit menghadirkan kebaikan bersama,” ujar Tholabi dalam khotbahnya.
Sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta, Tholabi menjelaskan bahwa berbagai ritual selama Ramadan memiliki dimensi personal sekaligus sosial. Menurutnya, puasa Ramadan membentuk jiwa yang autentik dan diwujudkan melalui pikiran serta tindakan yang semata-mata berorientasi pada kebaikan dan kemaslahatan bersama.
“Puasa melahirkan pribadi-pribadi yang menghargai proses penempaan. Puasa akan membentuk pribadi, kelompok masyarakat, bahkan negara menjadi lebih baik,” tegasnya.
Pengurus Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini juga menyoroti bagaimana instrumen zakat, infak, dan sedekah selama Ramadan memberikan dampak nyata bagi aspek sosial, ekonomi, dan penegakan prinsip keadilan. Menurutnya, kedermawanan dalam Islam memberikan pesan penting tentang spirit kebersamaan, gotong royong, dan keberpihakan terhadap sesama.
“Instrumen tersebut sejalan dengan pemikiran para pendiri bangsa saat merumuskan tujuan pendirian Indonesia yang menitikberatkan pada upaya mewujudkan kesejahteraan umum. Hal ini juga sejalan dengan sila kedua Pancasila, yakni ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’,” jelas Tholabi.
Sebagai Guru Besar bidang Hukum Islam di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Tholabi menekankan bahwa amaliah Ramadan seperti tadarus Al-Qur’an, buka bersama, dan salat tarawih berjamaah mengajarkan pentingnya kohesivitas dalam masyarakat.
“Amaliah Ramadan memberi pesan penting bahwa kohesivitas merupakan kata kerja, bukan sekadar kata-kata yang senantiasa harus diikhtiarkan secara sungguh-sungguh,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa kebersamaan dalam berbagai ritual Ramadan menegaskan bahwa keberkahan lahir dari persatuan. Dalam konteks membangun Indonesia, menurutnya, persatuan dan kebersamaan dari seluruh elemen bangsa menjadi faktor utama.
“Persatuan dibangun melalui percakapan dan dialog untuk mencari titik temu yang menjadi titik tumpu dalam mewujudkan kemajuan bangsa,” kata Tholabi.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa esensi Idulfitri tercermin dalam pikiran, perilaku, dan tindakan individu dalam membangun hubungan antara manusia dan Tuhan, serta antara sesama manusia.
“Pribadi-pribadi yang fitri pada titik paling ideal akan melahirkan kebaikan-kebaikan bagi lingkungannya. Spirit kemabruran puasa Ramadan harus menjadi pemandu atau kompas dalam membangun relasi individu, baik di ruang privat maupun publik. Inilah sejatinya esensi Idulfitri yang kita rayakan pada hari ini,” tandasnya.
Di akhir khotbahnya, Tholabi menekankan bahwa spirit kemabruran Ramadan, seiring dengan tibanya Hari Raya Idulfitri, akan terus menerangi negeri ini.
“Indonesia tercinta akan tetap diterangi dengan kebaikan, kemuliaan, dan kesejahteraan. Tentu saja dengan ikhtiar dan perjuangan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mewujudkan negara Indonesia yang maju dan sejahtera dalam naungan ridha Allah,” tutupnya.
Salat Idulfitri di Masjid Istiqlal dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Menteri Agama Nasarudin Umar, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, para menteri Koordinator, serta sejumlah menteri dari Kabinet Merah Putih. Selain itu, hadir pula duta besar negara sahabat.