Berita  

RUU Waqf Disahkan, Muslim India Khawatirkan Hak Tanah

(Doc : Int)

SerambiMuslim.com– Parlemen India pada Jumat dini hari mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial yang mengubah tata kelola tanah wakaf (waqf) umat Muslim dengan memasukkan non-Muslim ke dalam badan pengelola serta memperluas pengawasan pemerintah atas aset-aset tersebut. Pemerintah menyatakan tujuan perubahan ini adalah untuk memberantas korupsi dan mempromosikan keberagaman, namun para kritikus memperingatkan bahwa hal ini dapat melemahkan hak-hak minoritas Muslim dan membuka jalan bagi penyitaan situs-situs keagamaan bersejarah.

RUU ini diajukan oleh Menteri Urusan Minoritas Kiren Rijiju atas nama pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi, yang dikenal menganut ideologi nasionalis Hindu. Perdebatan sengit terjadi di kedua majelis parlemen. Di Majelis Rendah (Lok Sabha), pembahasan berlangsung dari Rabu malam hingga Kamis pagi, sementara di Majelis Tinggi (Rajya Sabha), diskusi berlangsung lebih dari 16 jam hingga Jumat dini hari.

Mayoritas anggota parlemen dari partai oposisi yang dipimpin Kongres menolak RUU ini, menyebutnya tidak konstitusional dan diskriminatif terhadap komunitas Muslim. Namun, dengan dukungan partai-partai aliansi, Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa berhasil meloloskannya.

Hasil pemungutan suara menunjukkan 288 anggota mendukung dan 232 menolak di Majelis Rendah. Sementara itu, di Majelis Tinggi, 128 mendukung dan 95 menolak. RUU ini selanjutnya akan diajukan kepada Presiden Droupadi Murmu untuk mendapat pengesahan menjadi undang-undang.

Apa itu Waqf?

Waqf adalah bentuk yayasan amal dalam Islam, di mana properti – umumnya berupa tanah atau bangunan – dihibahkan secara permanen untuk tujuan keagamaan atau sosial. Di India, lembaga waqf mengelola sekitar 872.000 properti dengan luas total sekitar 405.000 hektare, bernilai sekitar $14,22 miliar, menurut data Badan Waqf Pusat. Aset-aset ini digunakan untuk masjid, madrasah, makam, dan panti asuhan. Sebagian besar properti ini tidak memiliki dokumen hukum formal karena disumbangkan berabad-abad lalu.

Saat ini, pengelolaan tanah waqf dilakukan oleh dewan khusus di setiap negara bagian dan wilayah federal, yang anggotanya seluruhnya berasal dari komunitas Muslim. RUU yang baru mewajibkan keanggotaan non-Muslim dalam dewan ini. Menteri Dalam Negeri Amit Shah menyatakan bahwa peran non-Muslim hanya terbatas pada aspek administratif.

“Anggota (non-Muslim) akan memantau apakah administrasi berjalan sesuai hukum dan apakah sumbangan digunakan sesuai tujuan,” ujarnya di parlemen.

Namun, Dewan Hukum Pribadi Muslim Seluruh India (All India Muslim Personal Law Board) mengecam pernyataan tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap prinsip dasar wakaf Islam yang harus dikelola oleh umat Muslim sendiri. Mereka menyebut RUU ini sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hak-hak konstitusional warga Muslim” dan menyerukan protes nasional.

Perubahan Aturan Kepemilikan

Salah satu poin paling kontroversial dari RUU ini adalah perubahan aturan kepemilikan properti waqf. Banyak situs seperti masjid, tempat suci, dan makam yang tidak memiliki dokumen legal formal karena usia historisnya. RUU ini mewajibkan dewan waqf untuk mendapatkan persetujuan pejabat distrik guna mengkonfirmasi klaim atas tanah-tanah tersebut.

Kritikus khawatir ini akan memperlemah kekuasaan dewan waqf dan membuka celah bagi pemerintah untuk mengalihkan kepemilikan tanah secara sepihak. Kekhawatiran ini semakin kuat mengingat beberapa kelompok Hindu garis keras telah mengklaim bahwa sejumlah masjid berdiri di atas reruntuhan kuil Hindu, termasuk beberapa kasus yang kini masih bergulir di pengadilan.

Presiden Kongres, Mallikarjun Kharge, mempertanyakan ketimpangan dalam kebijakan ini. “Mengapa badan waqf harus mengizinkan non-Muslim menjadi anggota, sementara badan pengelola kuil Hindu tidak membuka keanggotaan untuk penganut agama lain?” ujarnya.

Tokoh oposisi Rahul Gandhi melalui akun X (dulu Twitter) menyebut RUU ini sebagai “senjata untuk meminggirkan umat Muslim dan merebut hukum serta hak milik mereka.” Ia menilai undang-undang ini adalah “serangan terhadap Konstitusi” oleh BJP dan sekutunya yang bisa menjadi preseden untuk menyasar komunitas lainnya.

Reaksi di Lapangan

Kelompok Muslim seperti Raza Academy menggelar unjuk rasa di Mumbai pada Kamis untuk mengecam pengesahan RUU tersebut. Mereka meneriakkan slogan-slogan protes dan menyerukan solidaritas lintas agama untuk mempertahankan kebebasan beragama.

Sementara itu, pemerintahan Modi menegaskan bahwa India tetap dijalankan atas prinsip demokrasi dan kesetaraan, dan menyangkal adanya diskriminasi sistematis terhadap minoritas.

Namun, laporan Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (USCIRF) bulan lalu menyebutkan bahwa kebebasan beragama di India terus memburuk, dengan pemerintah dituding menyebarkan ujaran kebencian terhadap Muslim selama kampanye pemilu 2024.

Komunitas Muslim, yang merupakan 14% dari populasi India atau sekitar 200 juta orang, merupakan kelompok minoritas terbesar di negara dengan mayoritas penduduk Hindu. Namun, berdasarkan survei pemerintah tahun 2013, mereka juga termasuk kelompok dengan tingkat kemiskinan tertinggi di India.