SerambiMuslim.com–Tokoh Islam nasional, Ustaz Bachtiar Nasir (UBN), mengajak umat Islam untuk memanfaatkan momen Hari Internasional Melawan Islamofobia sebagai sarana dakwah dan penguatan solidaritas antarumat Muslim di dunia. Seruan ini disampaikan dalam rangka memperingati International Day to Combat Islamophobia yang diperingati setiap tanggal 15 Maret.
Penetapan tanggal ini oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2022 merupakan respon terhadap tragedi memilukan yang terjadi pada 15 Maret 2019. Saat itu, seorang pelaku teror melakukan penembakan brutal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, yakni Masjid Al-Noor dan Linwood Islamic Centre, yang menewaskan 51 jemaah dan melukai puluhan lainnya. Serangan tersebut disebut sebagai salah satu bentuk kebencian paling ekstrem terhadap Islam dan umat Muslim dalam sejarah modern negara Barat.
Indonesia, melalui peran aktif Kementerian Luar Negeri, turut mendukung dan berkontribusi dalam pengajuan resolusi tersebut di PBB. Selain Kemlu, Kementerian Agama Republik Indonesia juga memberikan dukungan penuh terhadap kampanye global untuk melawan Islamofobia.
Dalam pernyataannya yang diterima redaksi pada Selasa (11/3/2025) di Jakarta, Ustaz Bachtiar Nasir menyebut bahwa penetapan Hari Internasional Melawan Islamofobia merupakan anugerah besar yang patut disyukuri oleh umat Islam di seluruh dunia.
“Pertama, ini adalah momentum untuk meningkatkan kesadaran global. Dunia kita ajak untuk mengakui bahwa Islamofobia merupakan bentuk diskriminasi yang nyata dan merugikan. Bukan hanya buat umat Islam, tetapi buat kemanusiaan,” ujar UBN.
UBN menyoroti bahwa Islamofobia kerap memunculkan narasi-narasi penuh prasangka dan kebencian terhadap Islam, baik dalam media, kebijakan publik, maupun sikap sosial di berbagai negara. Ia mencontohkan bagaimana bentuk Islamofobia yang paling ekstrem kini tampak nyata dalam agresi militer Israel di Gaza.
“Kita lihat peristiwa di Gaza misalnya. Itulah bentuk Islamofobia yang paling anti kemanusiaan,” tegasnya, merujuk pada serangan yang menewaskan ribuan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.
Menurut UBN, Hari Internasional Melawan Islamofobia dapat menjadi titik balik untuk mengubah narasi global yang selama ini menyudutkan Islam. Ia mendorong negara-negara anggota PBB untuk lebih aktif dalam menghapus kebijakan dan retorika publik yang menstigmatisasi Islam dan umat Muslim.
“Selama ini, umat Islam sering dikaitkan secara tidak adil dengan istilah-istilah seperti teroris, intoleran, fundamentalis, dan semacamnya. Ini adalah generalisasi yang menyesatkan dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan,” jelasnya.
Lebih lanjut, UBN mengajak seluruh elemen umat Islam, termasuk para dai, cendekiawan, akademisi, hingga masyarakat awam, untuk memanfaatkan momen ini sebagai peluang berdakwah. Ia menekankan pentingnya menjelaskan ajaran Islam secara benar dan damai kepada dunia.
“Ini menjadi dakwah kita bersama untuk meluruskan kesalahpahaman tentang agama Islam,” ujarnya.
UBN menegaskan bahwa dakwah yang disampaikan secara damai, terbuka, dan edukatif adalah bentuk perlawanan terbaik terhadap kejahatan Islamofobia. Ia juga menambahkan bahwa Hari Internasional Melawan Islamofobia seharusnya dijadikan sebagai media untuk memperkuat persatuan umat Islam dan memperjuangkan hak-hak mereka di berbagai penjuru dunia.
“Hari ini adalah saat yang tepat bagi umat Islam untuk bersatu, menolak diskriminasi, dan memperjuangkan hak-haknya dengan cara yang damai dan bermartabat,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Hari Internasional Melawan Islamofobia yang dicanangkan oleh PBB tidak hanya menjadi pengingat terhadap tragedi di Christchurch, namun juga menjadi platform global dalam upaya meredam kebencian berbasis agama, mendorong toleransi, dan menciptakan masyarakat yang inklusif.
Dengan semangat tersebut, diharapkan peringatan 15 Maret tidak hanya menjadi seremoni belaka, melainkan momen refleksi dan aksi nyata bagi masyarakat dunia untuk menghentikan segala bentuk diskriminasi terhadap umat Muslim serta memperkuat nilai-nilai perdamaian dan keadilan.