serambimuslim.com– Kerajinan anyaman lokal berbahan dasar tanaman purun masih berkembang di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Meskipun bukan sektor usaha utama, kerajinan ini telah menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat setempat dan memiliki potensi yang menjanjikan.
Salah satu wilayah yang masih aktif menghasilkan produk-produk anyaman dari tanaman purun adalah Desa Bukit Belah, yang terletak di Kecamatan Singkep Barat.
Di desa ini, beberapa pengrajin yang masih setia menekuni kerajinan anyaman purun mengolah daun-daun purun menjadi produk yang bernilai, seperti tas, dompet, tikar, hingga sajadah.
Pada Rabu (5/10/2022), Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Lingga mengunjungi para pengrajin ini untuk menyaksikan secara langsung proses pembuatan anyaman dari daun purun.
Salah satu pengrajin, Yuni, menunjukkan ketrampilannya dalam mengolah daun purun menjadi sajadah yang menarik. Walaupun kegiatan ini bukanlah mata pencaharian utamanya, Yuni terlihat sangat piawai dalam membuat anyaman.
“Proses pewarnaan daun purun ini memerlukan waktu satu hari agar catnya benar-benar kering, sementara untuk menyelesaikan satu produk hingga selesai membutuhkan sekitar tiga hari,” jelas Yuni.
Selain Yuni, terdapat pula Novi, seorang pengrajin lain yang memamerkan keahliannya membuat anyaman tas dari daun purun.
“Kalau tas, bisa selesai dalam waktu satu minggu,” ujarnya.
Kesabaran dan ketelatenan para pengrajin dalam membuat produk berkualitas tinggi ini memberikan nilai tambah bagi produk-produk anyaman purun yang mereka hasilkan.
Produk-produk anyaman purun dari Desa Bukit Belah tidak hanya dijual di lingkup desa. Beberapa di antaranya juga dipajang sebagai koleksi di gerai Dekranasda Kabupaten Lingga.
Hal ini merupakan salah satu upaya Dekranasda dalam mempromosikan kerajinan lokal agar dikenal lebih luas. Firdaus Madjid, salah satu pengurus Dekranasda Lingga, menyebutkan bahwa mereka telah menambahkan motif khusus pada beberapa produk anyaman, terutama tas, untuk mempercantik tampilannya.
Firdaus menyarankan bagi masyarakat yang tertarik untuk membeli atau memesan kerajinan anyaman purun dapat langsung mengunjungi Desa Bukit Belah atau mengunjungi gerai Dekranasda Lingga.
Ini diharapkan dapat memudahkan konsumen dalam memperoleh produk sambil mendukung keberlanjutan usaha para pengrajin lokal.
Ketua Dekranasda Lingga, Maratusholiha Nizar, turut mengapresiasi usaha dan kreativitas para pengrajin anyaman purun ini. Beliau juga memberikan semangat kepada mereka agar terus berkarya dan meningkatkan kualitas produk.
“Kerajinan anyaman purun di Bukit Belah ini sudah lama diproduksi oleh para pengrajin. Namun, produksi mereka umumnya masih dilakukan berdasarkan pesanan saja,” tutur Maratusholiha.
Dalam upaya mendukung pengembangan produk, Dekranasda Lingga, pada beberapa tahun sebelumnya, telah mengembangkan kerajinan anyaman ini dengan menambahkan ornamen-ornamen menarik pada produk yang dihasilkan.
Tidak hanya berhenti di situ, Dekranasda bersama Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Lingga juga mengadakan pelatihan bagi para pengrajin.
Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari di Ibukota Daik, Kecamatan Lingga, ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan anyaman sehingga para pengrajin bisa menghasilkan produk dengan kualitas lebih baik.
Maratusholiha juga menambahkan bahwa dukungan dari pihak desa masih perlu ditingkatkan agar para pengrajin bisa lebih maksimal dalam berkarya.
“Para pengrajin sudah memiliki semangat untuk memperbaiki hasil anyaman mereka, namun pihak desa perlu lebih maksimal dalam mendukung upaya ini,” ujarnya.
Setiap tahun, pada momen-momen spesial seperti peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Lingga, Dekranasda Kabupaten Lingga juga sering memesan anyaman purun dari Desa Bukit Belah untuk dijadikan suvenir.
Maratusholiha menegaskan bahwa pihaknya akan terus memesan produk dari para pengrajin, dan pada tahun ini rencananya mereka akan memesan tas anyaman purun dengan ornamen yang sedikit berbeda untuk menambah daya tariknya.
Kerajinan anyaman purun dari Lingga menunjukkan bagaimana kearifan lokal dapat menjadi peluang ekonomi yang menjanjikan jika didukung dengan baik.
Tanaman purun, yang dulunya mungkin hanya dipandang sebagai tumbuhan liar, kini berhasil diolah menjadi produk yang bernilai seni tinggi.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, kerajinan ini diharapkan dapat semakin berkembang, tidak hanya sebagai bagian dari warisan budaya tetapi juga sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat Lingga.
Melalui pembinaan, promosi, dan perhatian terhadap pemasaran, potensi anyaman purun Lingga dapat menginspirasi masyarakat lain dalam mengembangkan produk berbasis alam yang berkelanjutan.