Ekonomi Syariah Indonesia Tumbuh Pesat 2025

Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat. (int)

SermbiMuslim.com– Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat menyatakan bahwa sektor usaha halal di Indonesia kini memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pilar utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Berdasarkan data KNEKS, kontribusi sektor halal terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan akan mencapai 47,27 persen atau sekitar Rp10.600 triliun pada tahun 2024.

Angka ini diproyeksikan terus meningkat menjadi 48,34 persen atau setara dengan Rp11.700 triliun pada tahun 2025. Hal ini menunjukkan betapa besarnya peluang sektor halal dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Emir menjelaskan bahwa ekosistem usaha halal mencakup sektor-sektor strategis yang memiliki peran penting dalam perekonomian, seperti makanan dan minuman halal, pariwisata ramah Muslim, serta modest fashion.

Sektor makanan dan minuman halal, misalnya, diproyeksikan akan memberikan kontribusi sebesar 6,50 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun 2025.

Dengan kontribusi yang signifikan ini, sektor makanan dan minuman halal menjadi tulang punggung utama dalam ekosistem usaha halal di Indonesia.

Hal ini tentu saja menjadi peluang besar bagi pelaku industri yang ingin berinvestasi dan mengembangkan usaha di sektor halal yang terus berkembang pesat.

Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Republika dengan tema “Outlook Keuangan Syariah 2025: Mewujudkan Industri yang Berkelanjutan”, Emir juga menambahkan bahwa pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia diperkirakan akan terus berkembang.

Pada tahun 2024, diperkirakan pangsa pasar keuangan syariah akan mencapai 11,59 persen, dan akan meningkat menjadi 12,33 persen pada tahun 2025.

Peningkatan pangsa pasar ini menandakan bahwa sektor keuangan syariah semakin berperan penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan negara.

Dengan penguatan sektor keuangan syariah, Indonesia dapat lebih mudah mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,6 persen pada tahun 2025.

Salah satu fokus utama pemerintah Indonesia saat ini adalah mengembangkan komoditas halal yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan ekspor serta daya saing Indonesia di pasar global.

Nilai ekonomi dari komoditas halal yang bersertifikat diperkirakan akan mencapai Rp2.123,4 triliun pada tahun 2024, dan akan meningkat menjadi Rp2.247,1 triliun pada tahun 2025.

KNEKS mencatat ada sembilan komoditas halal unggulan yang menjadi prioritas, seperti ikan, kelapa sawit, kayu, karet, dan udang.

Sebagai contoh, sektor perikanan, yang diperkirakan akan mencapai Rp405 triliun pada tahun 2024, memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu komoditas utama ekspor Indonesia di pasar internasional. Pemerintah dan KNEKS berupaya memanfaatkan potensi ini agar produk halal Indonesia semakin kompetitif di pasar global.

Peningkatan kontribusi ekspor halal juga menjadi target pemerintah Indonesia, yang menargetkan kontribusi ekspor halal terhadap PDB Indonesia naik dari 17,15 persen pada 2024 menjadi 18,15 persen pada 2025.

Untuk itu, pemerintah bersama KNEKS dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terus berupaya agar produk halal Indonesia tidak hanya mendapatkan sertifikasi halal, tetapi juga memiliki daya saing yang tinggi di pasar global. Hal ini penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok produk halal dunia.

Meskipun sektor halal Indonesia memiliki potensi yang besar, Emir mengakui bahwa ekonomi syariah Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan.

Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kontribusi ekspor produk halal Indonesia, yang hanya mencapai 3,8 persen dari total impor produk halal negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Potensi pasar yang sangat besar ini belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga ada peluang besar untuk meningkatkan daya saing produk halal Indonesia di pasar global.

Selain itu, market share atau pangsa pasar keuangan syariah nasional yang baru mencapai 11,5 persen, dengan mayoritas kontribusi berasal dari sukuk, menunjukkan perlunya diversifikasi dan inovasi dalam pengelolaan keuangan syariah di Indonesia.

Pengelolaan dana sosial syariah, seperti zakat, infak, dan sedekah, juga masih jauh dari optimal, dengan total resmi yang terkumpul baru mencapai Rp40 triliun. Oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah strategis untuk mengoptimalkan potensi dana sosial syariah ini agar dapat lebih banyak memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia.

Emir juga menekankan pentingnya percepatan proses sertifikasi halal untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Proses sertifikasi halal untuk UMKM saat ini mengalami penundaan hingga 2026, padahal sebelumnya ditargetkan selesai pada 2024.

Sertifikasi halal yang cepat dan efisien sangat penting untuk mendukung keberlanjutan UMKM, yang merupakan salah satu sektor utama perekonomian Indonesia.

Dengan memperkuat ekosistem halal dan meningkatkan kerja sama antar sektor, diharapkan masalah ini dapat segera teratasi.

Secara keseluruhan, pengembangan ekosistem ekonomi syariah dan usaha halal di Indonesia menunjukkan potensi yang luar biasa dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Melalui upaya-upaya yang terkoordinasi dan berbasis inovasi, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan daya saingnya di pasar global, sambil tetap menjaga prinsip-prinsip syariah yang menjadi dasar dari industri halal.