Resto Hotel Tersertifikasi Halal 1,2 Persen, Ini Kata PHRI

SERAMBIMUSLIM.COM — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada awal 2024, hotel di Indonesia berjumlah 4.125 hotel. Sementara data Sihalal Badan Penyelenggara Jamian Produk Halal (BPJPH) mencatat baru 49 hotel yang telah mengantongi sertifikat halal.

Hal ini berarti baru 1,2 persen restoran hotel di Indonesia yang telah tersertifikasi halal pada Badan Penyelenggara Jamian Produk Halal (BPJPH) tahun 2024.

Merespons ini, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, mengungkapkan, kewajiban sertifikasi halal untuk resto hotel menjadi tantangan yang sangat berat bagi industri perhotelan.

Pasalnya, jumlah usaha perhotelan sangat banyak sementara ketersedian Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di Indonesia yang terbatas.

“Kalau bicara halal itu berkaitan dengan pemisahan halal dan haram serta hygiene. Awalnya, ini adalah extended services bagi perhotelan. Jumlah LPH yang ada, khususnya di wilayah luar, belum cukup untuk mengakomodir hotel-hotel di daerah. Dampaknya, biaya sertifikasi halal menjadi mahal karena auditor didatangkan dari Pulau Jawa,” ungkap Maulana dilansir dari laman MUI.

Maulana mengatakan, saat ini, baru Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) yang memiliki kantor perwakilan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Sehingga dari 49 hotel yang telah mengantongi sertifikat halal, 48 diantaranya melakukan pemeriksaan kehalalan melalui LPH LPPOM karena melalui LPH pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat, terjangkau dan mudah.

Karena itu, lanjut Maulana, dibutuhkan sinergi antara Kementerian Agama, dalam hal ini BPJPH, dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendorong kemudahan sertifikasi halal usaha sektor perhotelan.

Lebih lanjut ia mengatakan, tantangan lainnya adalah surveillance dan kebutuhan industri hotel untuk mengikuti tren yang ada. Menurut Maulana, di resto hotel ada kebutuhan mengubah menu dan nama sesuai dengan tren, sekalipun tanpa mengubah ingredient.

Hal ini dirasa berat, karena setiap perubahan perlu pengajuan pengembangan produk yang pada akhirnya akan menambah biaya.

“Adanya regulasi Jaminan Produk Halal ini menyisakan banyak masalah, karena biaya itu terus meningkat. Kita sedang mengusulkan revisi regulasi yang ada. Harus bisa dilihat, bagaimana melakukan sertifikasi halal dalam jumlah yang cukup besar, namun jangan sampai regulasi membuat dispute usaha itu sendiri,” tegasnya.

Untuk diketahui, Pemerintah menggencarkan Wajib Halal Oktober (WHO) 2024 sebagai upaya dalam mewujudkan Indonesia basis produksi industri halal global.

Kewajiban sertifikasi halal pada 17 Oktober 2024 akan dimulai untuk produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman.