Hikmah  

Tradisi Ziarah Sebelum Ramadan dan Lebaran di Indonesia

Warga berziarah di makam keluarganya di Tempat Pemakaman Umum (Doc : Int).

SerambiMuslim.com– Menjelang bulan suci Ramadan, tradisi ziarah kubur kembali marak di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kota Pekalongan. Ribuan warga memanfaatkan momen ini untuk mengunjungi makam keluarga mereka, membersihkan pusara, dan mendoakan arwah para leluhur. Tradisi ini tidak hanya memiliki nilai religius, tetapi juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar area pemakaman.

Salah satu lokasi yang ramai dikunjungi adalah TPU Sapuro di Pekalongan, yang setiap tahun menjadi tujuan utama peziarah. Seorang pedagang bunga tabur, Siti Rohmah (45), mengaku bahwa penghasilannya meningkat drastis selama periode ini.

“Biasanya saya hanya bisa menjual sekitar 20 bungkus bunga tabur per hari, tapi menjelang Ramadan ini bisa mencapai 100 bungkus. Pendapatan saya naik hingga tiga kali lipat dibandingkan hari biasa,” ujar Siti kepada wartawan.

Selain pedagang bunga, tukang becak dan penyedia jasa pembersihan makam juga merasakan dampak positif dari tradisi ini. Jamaluddin (52), seorang tukang becak yang sering mangkal di dekat TPU Sapuro, mengatakan bahwa jumlah penumpang meningkat pesat.

“Biasanya saya hanya mendapatkan lima sampai enam penumpang sehari, tapi sejak minggu lalu bisa mencapai 15 penumpang lebih. Alhamdulillah, rezeki meningkat,” katanya.

Di sisi lain, tradisi ini juga memberikan lapangan pekerjaan musiman bagi pemuda setempat. Banyak anak muda yang menawarkan jasa membersihkan makam dengan tarif yang bervariasi, tergantung pada luas makam dan jenis perawatan yang diminta.

“Untuk pembersihan biasa, tarifnya sekitar Rp20.000 sampai Rp50.000. Kalau ada tambahan seperti pengecatan nisan atau pemasangan batu baru, biayanya bisa lebih mahal,” jelas Andi (27), salah satu penyedia jasa pembersihan makam.

Menurut pengamat budaya dari Universitas Pekalongan, Dr. Haryanto, fenomena ziarah kubur menjelang Ramadan bukan hanya sekadar tradisi keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari ekonomi sirkular yang menggerakkan sektor informal masyarakat.

“Ziarah kubur menjelang Ramadan memiliki nilai spiritual yang kuat, tetapi dampaknya juga terasa dalam perputaran ekonomi, khususnya bagi pelaku usaha kecil di sekitar area pemakaman,” terang Dr. Haryanto.

Tradisi ini tidak hanya mempererat hubungan antar-generasi dalam keluarga, tetapi juga berkontribusi pada keberlangsungan ekonomi masyarakat setempat. Dengan meningkatnya jumlah peziarah, para pelaku usaha kecil seperti pedagang bunga, jasa kebersihan makam, serta tukang becak mendapatkan tambahan penghasilan yang signifikan.

Meski demikian, pemerintah daerah juga mengimbau agar masyarakat tetap menjaga kebersihan dan ketertiban selama ziarah berlangsung. Dinas Kebersihan Kota Pekalongan telah menyiapkan petugas untuk mengelola sampah yang meningkat selama periode ini, serta memastikan kenyamanan para peziarah.

Dengan berbagai dampak positif yang ditimbulkan, tradisi ziarah kubur menjelang Ramadan di Pekalongan tetap menjadi bagian penting dari budaya dan kehidupan sosial masyarakat. Keberlangsungannya di masa depan akan sangat bergantung pada kesadaran masyarakat dalam menjaga keseimbangan antara aspek religius dan kelestarian lingkungan.