Serambimuslim.com– Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menegaskan bahwa ajaran Islam sangat menekankan pentingnya saling menghormati antar sesama dan menjauhi segala bentuk perbuatan tercela, termasuk mencela orang lain.
Dalam ajaran Islam, setiap umat diajarkan untuk memperlakukan orang lain dengan baik, menjaga hubungan yang harmonis, dan menghindari kata-kata atau perbuatan yang dapat menyakiti hati orang lain.
Hal ini juga tercermin dalam perkataan Anwar Abbas yang menyebutkan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menghormati sesama dan menjauhkan diri dari perbuatan cela mencela.
“Ajaran Islam menyuruh kita untuk hormat menghormati dan menjauhkan diri kita dari perbuatan cela mencela,” ujar Anwar Abbas saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Pernyataan ini sangat relevan, mengingat belakangan ini terjadi peristiwa yang melibatkan seorang tokoh agama, Miftah Maulana Habiburrahman, yang mendapat sorotan publik akibat ucapan yang dinilai tidak pantas terhadap seorang pedagang es keliling di Magelang, Jawa Tengah.
Ucapan yang dilontarkan Miftah Maulana saat mengisi sebuah pengajian tersebut viral di media sosial dan mendapatkan kecaman dari berbagai kalangan.
Banyak pihak menilai bahwa ucapan tersebut telah melecehkan seorang individu dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan adab, kesopanan, dan saling menghormati.
Hal ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat, terutama di media sosial seperti X dan Instagram, di mana banyak pengguna yang mengecam ucapan Miftah yang dinilai tidak mencerminkan seorang penceramah atau dai yang seharusnya memberikan kesejukan dan kebaikan melalui kata-katanya.
Menanggapi hal tersebut, Anwar Abbas memberikan saran kepada para penceramah dan dai yang mungkin telah melanggar ajaran Islam dengan ucapan atau perbuatan yang tidak tepat.
Ia mengingatkan bahwa meminta maaf adalah sebuah tindakan mulia yang harus dilakukan oleh setiap orang yang merasa telah melakukan kesalahan.
“Jangan malu untuk meminta maaf karena meminta maaf itu juga sebuah perbuatan yang mulia,” ujarnya.
Dalam pandangan Anwar Abbas, sikap meminta maaf tidak hanya dapat meredakan ketegangan yang timbul, tetapi juga merupakan bentuk pertanggungjawaban moral dan spiritual yang sangat dihargai dalam ajaran Islam.
Selain itu, Anwar Abbas juga mengingatkan pentingnya bagi setiap penceramah dan tokoh agama untuk selalu menjaga kata-kata yang mereka ucapkan, karena mereka memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat.
Sebagai seorang dai atau penceramah, setiap perkataan yang dilontarkan harus dapat memberikan contoh yang baik bagi umat, serta menciptakan kedamaian dan harmoni, bukan sebaliknya menimbulkan konflik atau perasaan tidak nyaman di kalangan masyarakat.
Oleh karena itu, seorang penceramah harus selalu berhati-hati dalam berbicara dan menghindari ucapan yang dapat menyinggung perasaan orang lain.
Miftah Maulana Habiburrahman, yang dikenal sebagai seorang dai dan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, sebelumnya sempat mengatakan bahwa ia ingin menjadikan Indonesia sebagai teladan dalam hal toleransi dan kerukunan di kancah internasional.
Pada 15 November 2024, Miftah Maulana menyatakan komitmennya untuk membuat Indonesia menjadi negara yang dikenal dengan kerukunan dan toleransi antar umat beragama.
“Pemerintah memiliki komitmen menjadi teladan toleransi dan kerukunan di kancah internasional,” ujarnya dalam sebuah kesempatan.
Dalam rangka mewujudkan komitmen tersebut, Miftah juga menyatakan bahwa program-program pelatihan dan kursus akan diadakan untuk melatih individu-individu yang mampu berkontribusi dalam mengatasi masalah intoleransi.
Melalui program ini, diharapkan dapat tercipta individu yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas, tetapi juga memiliki karakter yang baik, yang dapat menjaga dan memupuk toleransi antar sesama, terutama dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia.
Miftah juga berharap bahwa dengan meningkatkan kualitas individu-individu ini, Indonesia dapat meningkatkan daya saing di tingkat global, terutama dalam bidang kerukunan dan toleransi antar umat beragama.
Namun, meskipun Miftah menyampaikan komitmennya untuk mempromosikan toleransi dan kerukunan, insiden yang melibatkan ucapan yang tidak pantas terhadap seorang pedagang ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam menjaga sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur agama, terutama bagi mereka yang memiliki pengaruh besar di masyarakat.
Oleh karena itu, tindakan untuk meminta maaf dan bertobat menjadi langkah penting untuk memperbaiki kesalahan dan memperbaiki hubungan dengan masyarakat.
Kejadian ini juga menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat, khususnya bagi para penceramah dan tokoh agama, untuk lebih berhati-hati dalam berbicara dan selalu mengedepankan nilai-nilai saling menghormati dan menjaga keharmonisan.
Meskipun niat bercanda atau melontarkan humor adalah hal yang wajar, namun penting untuk diingat bahwa tidak semua orang dapat menerima humor yang disampaikan, terutama jika humor tersebut dirasa tidak sensitif atau menyakiti perasaan orang lain.
Dengan demikian, ajaran Islam yang mengutamakan rasa hormat antar sesama dan menghindari perbuatan tercela sangat relevan dalam konteks ini.
Setiap umat Islam, terlebih mereka yang memiliki pengaruh di masyarakat, diharapkan untuk selalu menjaga tutur kata dan sikap mereka, demi terciptanya kedamaian, toleransi, dan kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan beragama.