Serambimuslim.com– Hukum memelihara anjing dalam Islam menjadi salah satu topik yang sering diperdebatkan di kalangan umat Islam. Perdebatan ini didasarkan pada beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa memelihara anjing tanpa alasan syar’i dapat mengurangi pahala pemiliknya setiap hari.
Selain itu, interaksi dengan anjing juga menimbulkan pertanyaan tentang kenajisan, terutama berkaitan dengan air liur anjing yang dianggap najis berat (mughallazhah) dalam beberapa pandangan fikih.
Hukum memelihara anjing dijelaskan dalam beberapa hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menyatakan:
“Barang siapa yang memelihara anjing bukan untuk berburu, menjaga ternak, atau menjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa memelihara anjing tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, seperti untuk berburu, menjaga ternak, atau melindungi kebun, tidak dianjurkan. Hal ini juga menjadi dasar pandangan ulama mengenai hukum memelihara anjing dalam berbagai situasi.
Selain aspek pahala, interaksi dengan anjing juga dipengaruhi oleh hukum kenajisan. Mayoritas ulama sepakat bahwa air liur anjing adalah najis berat (mughallazhah), sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Apabila anjing menjilat wadah salah seorang di antara kalian, maka cucilah wadah itu tujuh kali, salah satunya dengan tanah.” (HR. Muslim)
Hadits ini menjadi landasan penting dalam menjaga kebersihan dan kesucian seorang muslim yang berinteraksi dengan anjing.
Terdapat berbagai pandangan di kalangan ulama mengenai hukum memelihara anjing. Pendapat ini berasal dari perbedaan dalam menafsirkan hadits-hadits terkait dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
1. Mazhab Syafi’i
Dalam Mazhab Syafi’i, memelihara anjing tanpa kebutuhan tertentu dianggap haram. Imam Nawawi, dalam Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, menjelaskan bahwa hukum ini berlaku kecuali jika anjing dipelihara untuk tujuan khusus, seperti berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak.
Bahkan, dalam kasus menjaga rumah, ulama Syafi’i memiliki perbedaan pendapat. Ada yang melarang berdasarkan teks hadits yang tegas, sementara pendapat lain membolehkan dengan alasan kebutuhan keamanan.
2. Mazhab Maliki
Sementara itu, Mazhab Maliki memiliki pandangan yang lebih longgar. Menurut Imam Malik, memelihara anjing diperbolehkan untuk berbagai keperluan yang bermanfaat, seperti menjaga tanaman, berburu, atau menjaga ternak.
Bahkan, beberapa ulama Maliki menyatakan bahwa larangan memelihara anjing dalam hadits lebih bersifat makruh daripada haram. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan tersebut tidak dianjurkan tetapi tidak sampai pada tingkat dilarang secara mutlak.
Dalam konteks modern, banyak orang memelihara anjing untuk tujuan keamanan, seperti menjaga rumah atau tempat usaha. Dalam hal ini, beberapa ulama membolehkan dengan analogi terhadap hadits yang memperbolehkan memelihara anjing untuk berburu atau menjaga ternak.
Mereka berpendapat bahwa menjaga keamanan adalah kebutuhan yang sah, asalkan pemiliknya tetap menjaga kebersihan dan meminimalkan kontak langsung dengan air liur anjing.
Bagi seorang muslim yang memutuskan untuk memelihara anjing, terdapat beberapa tanggung jawab penting yang harus diperhatikan:
- Menjaga Kebersihan, Karena air liur anjing dianggap najis berat, pemilik anjing harus memastikan kebersihan lingkungan dan mencuci bagian tubuh atau pakaian yang terkena air liur anjing sesuai dengan tuntunan syariat.
- Tujuan yang Dibenarkan, Memelihara anjing hanya untuk alasan yang diizinkan oleh syariat, seperti berburu, menjaga keamanan, atau melindungi properti.
- Meminimalkan Interaksi, Hindari kontak fisik yang tidak diperlukan dengan anjing, terutama dalam hal-hal yang dapat mempengaruhi kesucian untuk beribadah.
Hukum memelihara anjing dalam Islam bersifat kontekstual dan bergantung pada niat serta tujuan pemeliharaan. Jika dilakukan untuk alasan syar’i seperti berburu, menjaga ternak, atau melindungi properti, maka hal itu diperbolehkan. Namun, jika dilakukan tanpa alasan yang jelas, terdapat risiko pengurangan pahala dan larangan yang harus diwaspadai.
Selain itu, aspek kebersihan dan kenajisan harus menjadi perhatian utama bagi muslim yang berinteraksi dengan anjing. Dengan mengikuti panduan syariat, umat Islam dapat menjalankan kewajiban agamanya sambil tetap memenuhi kebutuhan duniawi.
Wallahu a’lam bisshawab.