SerambiMuslim.com– Pada suatu hari, di tengah-tengah kehidupan para sahabat Rasulullah SAW, datanglah seorang pemuda dengan penuh kegelisahan.
Pemuda ini tampak sangat terombang-ambing oleh gejolak nafsunya. Seperti kebanyakan pemuda pada umumnya, ia masih bergelora dalam kehidupannya dan merasa sulit mengendalikan dorongan-dorongan nafsu yang bisa membawa pada perilaku negatif, termasuk perbuatan zina.
Meski tahu bahwa zina adalah perbuatan yang sangat tercela dan diharamkan dalam agama Islam, pemuda ini merasa dirinya tidak mampu menahan keinginannya.
Dengan penuh kebingungan, ia mendekati Rasulullah SAW dan dengan jujur berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk melakukan zina.”
Perkataan ini mengundang keheranan dan kegemparan di kalangan para sahabat yang mendengar.
Bagi mereka, permintaan ini sangat mengherankan karena zina sudah jelas diharamkan dalam Islam dan tidak layak untuk diminta izin.
Namun, dengan kebijaksanaan dan kasih sayang yang luar biasa, Nabi Muhammad SAW tidak langsung membentak atau marah kepada pemuda itu.
Sebaliknya, beliau memanggil pemuda tersebut untuk mendekat dan berbicara dengannya dengan penuh kelembutan.
Rasulullah SAW kemudian bertanya dengan penuh kebijaksanaan, “Wahai anak muda, apakah engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas diri ibumu?”
Pemuda itu terkejut mendengar pertanyaan tersebut dan menjawab dengan tegas, “Tidak, demi Allah, saya tidak suka bila hal itu terjadi pada ibu saya.”
Rasulullah SAW tersenyum dan melanjutkan, “Demikianlah perasaan orang lain, mereka juga tidak suka jika hal yang sama terjadi pada ibu mereka.”
Kemudian, Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan yang serupa tentang apakah pemuda itu rela jika hal tersebut terjadi pada putrinya.
Dengan segera, pemuda itu menjawab dengan kesungguhan, “Tidak, demi Allah, saya tidak rela hal itu terjadi pada putri saya.”
Rasulullah SAW kembali mengingatkan pemuda itu bahwa begitu pula perasaan orang lain. Tidak ada seorang pun yang rela kehormatan keluarganya ternoda oleh perbuatan zina.
Rasulullah SAW kemudian melanjutkan pertanyaannya mengenai saudara perempuan dan bibi pemuda tersebut, dan sekali lagi, ia memberikan jawaban yang sama: “Tidak, demi Allah, saya tidak rela hal itu terjadi pada mereka.”
Setelah mendengar jawaban-jawaban tersebut, Rasulullah SAW menegaskan bahwa setiap orang pasti merasa marah dan tidak rela jika perbuatan zina menimpa keluarganya.
Dengan lembut, Rasulullah SAW meletakkan tangan beliau di atas kepala pemuda itu dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikan hatinya, dan peliharalah kemaluannya (jauhkan dari zina).”
Sejak saat itu, pemuda tersebut berubah. Doa Nabi Muhammad SAW telah diterima oleh Allah SWT, dan pemuda itu tidak pernah lagi terjerumus dalam perbuatan zina.
Dia telah dibimbing untuk memahami bahwa zina adalah perbuatan yang tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga membawa kehancuran bagi masyarakat dan keluarga.
Hikmah dari kisah ini sangat mendalam. Salah satu hikmah utama dari larangan zina adalah untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam pandangan Islam, perempuan bukanlah objek yang bisa diperjualbelikan atau diperlakukan dengan tidak hormat.
Islam sangat memuliakan martabat wanita, dan perbuatan zina merusak nilai-nilai luhur ini.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan keharaman zina dengan sangat tegas, bahkan menyebutkan dosa zina sebagai dosa besar setelah syirik dan pembunuhan.
Dalam Surah al-Furqan (25: 68-69), Allah berfirman: “Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.”
Selain itu, Imam Ibnu Qayyim dalam kitabnya I’lam al-Mu waqqi’in menjelaskan bahwa syariat Islam pada dasarnya berdiri di atas hikmah dan tujuan yang mulia, yaitu untuk kebaikan umat manusia di dunia dan akhirat.
Salah satu hikmah pengharaman zina adalah untuk menjaga kehormatan dan kebersihan keluarga.
Islam tidak hanya mengatur peribadatan kepada Allah SWT, tetapi juga menjaga kehormatan masyarakat agar tidak ada satu pun individu yang merasa terhina oleh tindakan amoral yang dapat merusak tatanan sosial.
Selain itu, Islam juga mengajarkan bahwa setiap perbuatan, baik atau buruk, akan memiliki dampak langsung pada masyarakat dan kehidupan duniawi serta akhirat.
Oleh karena itu, menjaga diri dari perbuatan zina adalah bagian dari menjaga keselamatan jiwa dan menjaga keutuhan keluarga.
Kisah ini mengajarkan kita tentang betapa pentingnya menjaga kehormatan diri dan orang lain, serta menjaga hubungan dengan Allah SWT.
Rasulullah SAW menunjukkan kepada kita cara bijaksana dan penuh kasih sayang dalam menangani persoalan yang mungkin terlihat sulit, dan dengan cara yang lembut serta penuh pengertian, beliau mampu membimbing seorang pemuda yang hampir terjerumus dalam dosa besar untuk kembali ke jalan yang benar.
Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi kita semua dalam menjaga diri dan keluarga dari perbuatan yang tercela serta selalu berusaha hidup sesuai dengan ajaran agama yang mulia.