Serambimuslim.c0m– Menahan marah adalah tindakan yang tidak mudah dilakukan, terutama ketika emosi memuncak.
Namun, sebagai umat Islam, menahan marah adalah kewajiban yang harus dipraktikkan setiap hari.
Islam mengajarkan kita untuk mengendalikan diri dan tidak terbawa amarah yang dapat menyebabkan keburukan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam berbagai hadits, Rasulullah SAW menekankan pentingnya menahan marah dan memberikan contoh nyata bagaimana sikap sabar dan pemaaf adalah bagian dari kepribadian yang mulia.
Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menggambarkan konsep kekuatan yang sesungguhnya.
Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menggambarkan bahwa kekuatan sejati bukanlah tentang fisik atau kemampuan mengalahkan orang lain, melainkan kemampuan mengendalikan diri ketika amarah datang. Menahan marah adalah tanda kedewasaan, ketenangan, dan kebijaksanaan yang luar biasa.
Dalam Al-Qur’an pun terdapat ayat yang memerintahkan umat Islam untuk menahan amarah dan memaafkan orang lain.
Dalam surat Ali Imran ayat 133-134, Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Ayat ini menunjukkan bahwa menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain adalah salah satu ciri orang bertakwa.
Allah SWT sangat menyukai orang-orang yang mampu mengendalikan amarah mereka dan memberi maaf, meskipun mereka memiliki hak untuk marah.
Ketika seseorang berhasil menahan amarahnya dan memaafkan, dia akan mendapat ganjaran besar dari Allah, yaitu ampunan dan surga yang luas.
Salah satu kisah yang mengajarkan betapa pentingnya menahan amarah adalah kisah dari Abu Bakar RA, yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW.
Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah SAW sedang duduk bersama Abu Bakar RA. Tiba-tiba, seseorang datang dan mencela Abu Bakar.
Ketika itu, Rasulullah SAW hanya diam dan tersenyum mendengar celaan tersebut. Namun, Abu Bakar merasa jengkel dan kesal mendengar hinaan itu, sehingga ia pun membalasnya.
Melihat hal tersebut, Rasulullah SAW langsung berdiri dan merengkuh pundak Abu Bakar dengan wajah yang tampak marah.
Abu Bakar yang terkejut kemudian bertanya, “Ya Rasul, mengapa ketika orang itu mencelaku, engkau tetap diam, namun ketika aku membalasnya, engkau berdiri dengan marah?” Rasulullah
SAW menjelaskan dengan sabar, “Ketika kau diam dan tidak membalas, ada malaikat yang membantah celaan orang itu. Namun, ketika kau mulai membantahnya, malaikat itu pergi, dan yang datang adalah setan.”
Penjelasan Rasulullah SAW ini memberikan pelajaran penting kepada kita, bahwa ketika seseorang menahan marah dan tidak membalas perkataan buruk orang lain, maka dia akan mendapat pertolongan dari malaikat.
Namun, jika dia membalas amarah dengan amarah, maka yang datang adalah setan yang justru akan menambah keburukan.
Rasulullah SAW mengajarkan bahwa lebih baik diam dan membiarkan malaikat membela kita daripada terjebak dalam amarah yang bisa memperburuk keadaan.
Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa menahan amarah adalah tanda kebesaran hati dan kemuliaan jiwa.
Rasulullah SAW menjelaskan kepada Abu Bakar, “Ada tiga hal yang semuanya benar. Pertama, ketika seorang hamba dizalimi, kemudian ia memaafkan karena Allah, niscaya Allah akan memuliakannya dengan pertolongan-Nya. Kedua, ketika seorang hamba memberi sedekah dan menginginkan kebaikan, Allah akan menambah banyak hartanya. Ketiga, ketika seorang hamba meminta harta kepada manusia untuk memperbanyak hartanya, niscaya Allah tambahkan kepadanya kekurangan.”
Hadits-hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa setiap amal yang dilakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT akan mendapatkan balasan yang sangat besar.
Tidak hanya dalam hal rezeki dan kekayaan, tetapi juga dalam hubungan antar sesama. Ketika kita mampu menahan amarah, kita akan lebih mudah untuk memaafkan dan hidup dengan hati yang damai.
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya diam ketika marah. Beliau bersabda, “Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah.” (HR. Al-Bukhari).
Ini menunjukkan bahwa diam saat marah adalah cara terbaik untuk menghindari perkataan atau tindakan yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain.
Ketika seseorang marah, emosi yang sedang membara bisa mengarah pada perkataan atau tindakan yang disesali kemudian hari.
Oleh karena itu, menahan diri untuk diam saat marah adalah solusi terbaik untuk menghindari penyesalan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang memancing emosi, baik itu karena perkataan orang lain, ketidakadilan, atau masalah pribadi. Namun, sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menahan amarah dan memaafkan.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 63 yang artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih itu ialah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang yang bodoh menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.”
Oleh karena itu, marilah kita berusaha untuk mengendalikan amarah dan senantiasa berbuat baik kepada sesama.
Menahan marah bukan hanya untuk memperoleh pahala, tetapi juga untuk menjaga keharmonisan hubungan antar sesama dan menciptakan kedamaian dalam hati.