SerambiMuslim.com– Kematian adalah sebuah keniscayaan dalam hidup ini. Setiap makhluk hidup pasti menghadapinya, tanpa terkecuali.
Namun, meskipun kematian adalah takdir yang pasti, tidak ada satu pun manusia yang mengetahui kapan dan bagaimana kematian itu akan datang.
Kematian tidak mengenal usia, jabatan, atau status sosial seseorang. Bahkan, dalam segala kesibukan dan pencapaian hidup, kematian tetap akan datang pada waktunya, dan itu adalah ketetapan yang tak bisa ditunda.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan kita akan hal ini dalam surah Al-Munafiqun ayat 11, yang berbunyi:
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَاللّٰهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ (QS. Al-Munafiqun: 11)
Artinya: “Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat ini, kita belajar bahwa kematian adalah sebuah takdir yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Setiap makhluk yang hidup memiliki ajalnya masing-masing, dan ketika ajal tersebut tiba, tidak ada yang bisa menundanya. Kita hanya bisa berusaha menjalani kehidupan ini dengan baik, sementara waktu dan cara kematian adalah hal yang berada di luar kuasa kita.
Imam Syamsuddin Al-Qurthubi dalam bukunya At-Tadzkirah Jilid 1: Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi menjelaskan bahwa kematian bukan sekadar ketiadaan.
Menurutnya, kematian adalah terputusnya hubungan antara roh dan tubuh. Ketika tubuh tidak lagi bisa menahan jiwa, itulah saat roh berpisah dan berpindah ke alam lain.
Hal ini menjadikan kematian sebagai peristiwa yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia, karena merupakan peralihan dari kehidupan duniawi ke kehidupan akhirat yang kekal.
Dalam Al-Qur’an, kematian juga disebutkan sebagai musibah terbesar yang dialami umat manusia. Ini terlihat dalam surah Al-Maidah ayat 106:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ أَوْ آخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُم مُّصِيبَةُ الْمَوْتِ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلَاةِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّآ إِذًا لَّمِنَ الْآثِمِينَ (QS. Al-Maidah: 106)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, persaksian di antara kamu, apabila telah datang kepada salah seorang di antara kamu (tanda-tanda) kematian, sedangkan dia akan berwasiat, adalah dua orang yang adil di antara kamu atau dua orang selain kamu (nonmuslim) jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa musibah kematian.”
Ayat ini menunjukkan bahwa kematian, selain sebagai takdir yang pasti, juga merupakan musibah besar yang harus dihadapi dengan bijaksana, terlebih jika itu terkait dengan urusan harta dan wasiat seseorang.
Kematian seseorang yang beriman tidak sama dengan kematian orang yang tidak beriman. Orang yang tidak beriman dan banyak melakukan kemaksiatan akan merasakan penderitaan yang luar biasa saat menghadapi sakaratul maut, meskipun secara fisik ia tampak tidak mengalami apa-apa.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, surah Al-Anfal ayat 50:
وَلَوْ تَرَٰٓى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَٰۤئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (QS. Al-Anfal: 50)
Artinya: “Seandainya engkau melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir sambil memukul wajah-wajah dan punggung-punggung mereka (dan berkata), ‘Rasakanlah olehmu siksa yang membakar,’ (niscaya engkau saksikan sesuatu yang sangat dahsyat).”
Sebaliknya, orang yang beriman akan merasakan kedamaian dan kebahagiaan saat menghadapi sakaratul maut. Dalam surah An-Nahl ayat 32, Allah SWT berfirman:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَٰۤئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ (QS. An-Nahl: 32)
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan baik. Mereka (para malaikat) mengatakan, ‘Salāmun ‘alaikum (semoga keselamatan tercurah kepadamu). Masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan.'”
Dalam sebuah riwayat, Nabi Ibrahim AS pernah bertanya kepada Malaikat Maut tentang bagaimana ia mencabut nyawa orang yang berakhlak buruk dan berbuat maksiat.
Malaikat Maut pun menjelaskan bahwa wujudnya sangat menakutkan, dengan bau yang sangat busuk dan api yang keluar dari mulut dan hidungnya.
Nabi Ibrahim AS pun terjatuh pingsan ketika melihatnya. Namun, ketika Nabi Ibrahim AS bertanya tentang bagaimana wujud Malaikat Maut saat mencabut nyawa orang beriman, Malaikat Maut menunjukkan rupa yang sangat indah, berwajah tampan, beraroma wangi, dan berbusana indah.
Hal ini menegaskan betapa berbeda pengalaman orang beriman dan orang yang tidak beriman dalam menghadapi kematian.
Kematian adalah ujian yang berat bagi setiap manusia, namun bagi orang beriman, kematian juga merupakan awal dari kehidupan abadi yang penuh kebahagiaan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada sesuatu yang dialami oleh anak Adam dari sesuatu yang diciptakan oleh Allah yang lebih berat daripada kematian.” (HR Ahmad)
Walaupun begitu, Allah SWT memberikan kemudahan bagi orang-orang yang beriman dalam menghadapi sakaratul maut, meskipun tetap saja proses tersebut sangat berat.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita hendaknya selalu bersiap diri untuk menghadapi kematian dengan amal yang baik, doa, dan tawakal kepada Allah SWT.