SerambiMuslim.com– Wacana tentang libur sekolah selama bulan puasa Ramadan belakangan ini menjadi topik perbincangan hangat.
Beberapa pihak, termasuk pemerintah dan organisasi besar seperti Muhammadiyah, memberikan tanggapan terhadap usulan ini.
Wacana ini muncul setelah Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi’i mengungkapkan adanya kemungkinan libur sekolah selama satu bulan penuh pada bulan Ramadan, meskipun belum ada keputusan resmi dari pemerintah mengenai hal tersebut.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, ikut memberikan pandangannya mengenai wacana libur sekolah selama bulan puasa.
Dalam pernyataannya yang dilansir laman resmi Muhammadiyah, Haedar menjelaskan bahwa keputusan mengenai libur sekolah pada bulan Ramadan sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
Muhammadiyah, menurut Haedar, akan mendukung keputusan apapun yang diambil oleh pemerintah terkait hal ini, dengan catatan bahwa keputusan tersebut harus didasarkan pada pembicaraan yang intens antara pihak-pihak terkait.
“Perlu ada pembicaraan terlebih dahulu secara intens,” ujar Haedar.
Menurut Haedar, budaya dan suasana bulan Ramadan yang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan anak-anak Muslim, memiliki potensi besar untuk menjadi momen yang digunakan untuk membina akhlak, akal budi, dan karakter generasi muda.
Oleh karena itu, jika pemerintah memutuskan untuk memberikan libur sekolah selama bulan puasa, Haedar berharap waktu libur tersebut dimanfaatkan dengan baik untuk kegiatan yang mendidik dan membangun moral, selain tentu saja proses pembelajaran yang tetap berjalan.
Haedar mengingatkan bahwa meskipun libur diberikan, penting untuk memanfaatkan waktu tersebut dalam rangka pembinaan akhlak, budi pekerti, dan akal budi.
“Sehingga libur seberapa lama pun di bulan Ramadan, gunakan untuk membina akhlak, bina akal budi. Di samping juga ada proses pembelajaran,” kata Haedar, menggarisbawahi pentingnya pembinaan karakter anak-anak di luar sekadar kegiatan akademik.
Haedar juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi mentalitas anak-anak Indonesia yang semakin terpengaruh oleh tingginya tingkat konsumsi informasi digital.
Ia menilai bahwa banyak anak-anak yang semakin terasing dari budaya lokal dan nilai-nilai kearifan yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka.
Salah satu alasan untuk melakukan pembinaan karakter, menurut Haedar, adalah untuk memperbaiki kondisi tersebut, agar anak-anak tidak hanya memiliki keterampilan intelektual, tetapi juga akhlak yang baik dan karakter yang kuat.
“Banyak problem soal mentalitas dalam kehidupan anak-anak Indonesia,” ujar Haedar.
Oleh karena itu, Ramadan bisa menjadi momen yang sangat baik untuk memperbaiki dan memperkuat aspek karakter ini, agar anak-anak tidak hanya pandai secara akademis, tetapi juga memiliki dasar moral yang kokoh.
Sementara itu, Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar juga turut memberikan tanggapan mengenai wacana libur sekolah selama bulan Ramadan.
Nasaruddin mengungkapkan bahwa meskipun libur Ramadan sudah diterapkan di pondok pesantren, hal ini masih dalam tahap wacana untuk sekolah-sekolah lainnya, seperti yang disampaikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Nasaruddin menyebutkan bahwa peraturan terkait libur sekolah ini masih dalam pembahasan dan belum ada keputusan pasti yang diambil.
Namun, Nasaruddin menegaskan bahwa yang terpenting dalam bulan Ramadan adalah kualitas ibadah umat Islam, bukan semata-mata masalah libur sekolah. Menurutnya, kualitas ibadah selama Ramadan harus tetap menjadi fokus utama.
“Yang jelas bahwa libur atau tidak libur, sama-sama kita berharap berkualitas ibadahnya. Bagi saya, itu yang paling penting. Ramadan itu adalah konsentrasi bagi umat Islam,” ujarnya.
Nasaruddin juga menambahkan bahwa meskipun libur sekolah adalah hal yang menarik untuk dipertimbangkan, tetap yang utama adalah memberikan perhatian pada pelaksanaan ibadah puasa yang berkualitas, serta mendukung umat Islam untuk memanfaatkan bulan Ramadan dengan maksimal, baik untuk beribadah maupun untuk membina karakter dan akhlak, sebagaimana disampaikan oleh Haedar Nashir.
Adanya wacana libur sekolah selama Ramadan ini tentu saja memunculkan berbagai tanggapan dari masyarakat.
Beberapa pihak berpendapat bahwa libur panjang selama Ramadan akan memberikan kesempatan lebih bagi anak-anak untuk fokus beribadah, memperdalam ilmu agama, dan mengikuti kegiatan-kegiatan positif lainnya.
Selain itu, libur panjang bisa menjadi waktu yang tepat bagi orang tua untuk mempererat hubungan keluarga.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa libur sekolah yang terlalu lama akan mengganggu proses belajar mengajar dan mengurangi waktu anak-anak untuk belajar secara formal.
Terlebih, dalam dunia yang semakin digital ini, ada kekhawatiran bahwa anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar gadget, yang bisa berdampak pada penurunan kualitas pendidikan dan interaksi sosial mereka.