Serambimuslim.com– Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia menyatakan bahwa keberhasilan pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam dunia pendidikan sangat bergantung pada kecerdasan manusia (human intelligence).
Menurut Kemenag, meskipun AI menawarkan potensi besar untuk memajukan sektor pendidikan, peran manusia tetap tidak bisa tergantikan, terutama dalam aspek-aspek penting seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan empati.
Hal ini diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Muchamad Sidik Sisdiyanto, dalam sebuah pernyataan yang disampaikan di Jakarta pada hari Selasa.
Sidik menekankan bahwa AI seharusnya dipandang sebagai alat bantu yang mendukung proses pembelajaran dan transformasi pendidikan.
Namun, keberhasilan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan tidak hanya bergantung pada kecanggihan teknologi tersebut, melainkan juga pada kemampuan manusia untuk mengelolanya dengan bijak.
Dalam hal ini, kemampuan berpikir kritis, kreativitas, serta empati menjadi fondasi yang tak bisa dipisahkan dalam menjalankan sistem pendidikan yang berbasis AI.
“Kita harus menyadari bahwa AI hanyalah alat. Keberhasilannya sangat bergantung pada human intelligence. Kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan empati manusia adalah fondasi utama dalam pendidikan,” ujar Sidik.
Selain itu, Sidik juga menyoroti bahwa perkembangan teknologi, termasuk kemunculan AI, dapat mempercepat transformasi dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Teknologi ini diyakini memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi sistem pembelajaran, mempersonalisasi pengalaman belajar peserta didik, serta menganalisis data yang dapat membantu pengambilan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Dengan adanya teknologi canggih ini, proses belajar mengajar diharapkan bisa lebih relevan dan adaptif terhadap kebutuhan peserta didik serta dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang lebih intuitif dan mempertimbangkan aspek sosial serta emosional.
Namun, Sidik menegaskan bahwa kecerdasan buatan tetap tidak bisa menggantikan peran manusia dalam membuat keputusan yang melibatkan nilai-nilai sosial dan emosional.
“Human intelligence inilah yang memungkinkan kita untuk mengembangkan pengajaran adaptif dan relevan. Selain itu, kita bisa membuat keputusan intuitif yang mempertimbangkan aspek sosial dan emosional, serta membangun keterlibatan aktif antara guru dan peserta didik sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna,” kata Sidik.
Pernyataan Sidik ini juga mencerminkan pentingnya interaksi manusia dalam konteks pendidikan, terutama dalam hubungan antara guru dan siswa.
Meskipun AI dapat mempercepat proses pembelajaran, interaksi manusia yang mengandung empati dan kreativitas tetap menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif dan efektif.
Dengan demikian, teknologi tidak bisa berdiri sendiri tanpa keterlibatan manusia yang bijaksana dalam menggunakannya.
Kemenag sendiri memiliki komitmen yang kuat dalam mendorong transformasi pendidikan madrasah melalui berbagai inovasi digital.
Di antara inovasi yang telah diterapkan adalah platform Evaluasi Diri Madrasah (EDM) dan e-RKAM (Rencana Kerja dan Anggaran Madrasah).
Kedua platform ini merupakan aplikasi perencanaan dan evaluasi madrasah yang berbasis data, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan di madrasah.
Menurut Sidik, aplikasi-aplikasi ini tidak hanya mencerminkan adaptasi terhadap era digital, tetapi juga menunjukkan bahwa human intelligence tetap menjadi inti dari proses transformasi pendidikan di madrasah.
Di sisi lain, Kemenag juga berupaya untuk memperluas wawasan digital di kalangan pengelola madrasah, guru, dan siswa.
Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah secara keseluruhan, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap aspek pendidikan.
“Kolaborasi antara inovasi teknologi dan penguatan kapasitas manusia adalah kunci untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif, berdaya saing, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat,” tambah Sidik.
Kesimpulannya, meskipun kecerdasan buatan (AI) dapat mempercepat dan mempermudah transformasi pendidikan, manusia tetap memegang peran utama dalam memastikan bahwa teknologi ini digunakan dengan cara yang bermanfaat dan relevan.
Kecerdasan manusia, yang mencakup kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan empati, adalah faktor penentu dalam menciptakan sistem pendidikan yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan.
Dengan dukungan teknologi yang tepat dan penguatan kapasitas manusia, pendidikan di Indonesia dapat berkembang lebih maju dan dapat memenuhi kebutuhan zaman.