SerambiMuslim.com– Puluhan orang di Gaza dilaporkan tewas akibat serangan Israel yang terjadi hanya beberapa jam setelah pengumuman gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
Insiden ini menambah panjang deretan korban jiwa yang jatuh akibat konflik yang tak kunjung reda di wilayah tersebut.
Laporan yang disampaikan oleh sumber-sumber medis dan dilansir oleh kantor berita WAFA menyebutkan bahwa jumlah orang yang terbunuh di Gaza sejak Kamis, 16 Januari 2025, telah meningkat menjadi 50 orang. Selain itu, jumlah korban yang terluka juga terus bertambah.
Serangan-serangan terbaru yang terjadi di Gaza sangat memprihatinkan, dengan sejumlah warga sipil Palestina menjadi korban.
Pada Kamis sore, pesawat tempur Israel mengebom sebuah tempat pengungsian di Zeitoun, yang terletak di Gaza selatan.
Serangan tersebut menewaskan sejumlah warga sipil dan melukai banyak orang lainnya. Pada saat yang sama, serangan udara juga dilancarkan di Jabalia, di bagian utara Gaza.
Jet tempur Israel menargetkan sebuah rumah di sekitar bundaran an-Nazleh, yang mengakibatkan lima orang tewas, termasuk dua anak-anak dan dua wanita.
Sebelumnya, serangan juga terjadi di kawasan Shuja’iyya, yang terletak di sebelah timur Kota Gaza, merenggut nyawa beberapa orang lainnya.
Serangan ini terjadi setelah Qatar mengumumkan sebuah gencatan senjata yang telah disepakati antara Hamas dan Israel pada Rabu, 15 Januari 2025.
Gencatan senjata ini dijadwalkan akan dimulai pada Minggu, 19 Januari 2025. Meski demikian, dalam 24 jam terakhir sejak pengumuman tersebut, Israel sudah melancarkan delapan serangan udara di Gaza, yang mengakibatkan 81 orang tewas dan 188 lainnya terluka.
Angka korban terus bertambah, mencerminkan betapa menderitanya rakyat Gaza yang terperangkap dalam konflik yang berkepanjangan ini.
Otoritas kesehatan setempat mengonfirmasi bahwa jumlah korban tewas Palestina akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023 telah mencapai angka yang sangat tinggi, yaitu sebanyak 46.788 jiwa, dengan lebih dari 110.000 orang mengalami luka-luka.
Mayoritas korban dari serangan-serangan ini adalah perempuan dan anak-anak, yang menunjukkan dampak tragis dari perang ini terhadap kelompok yang paling rentan dalam masyarakat.
Kondisi ini semakin memprihatinkan, mengingat krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza.
Pada sisi politik, situasi semakin memanas setelah kabar bahwa Israel menunda pemungutan suara kabinet terkait gencatan senjata yang tengah dipersiapkan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Kamis, 16 Januari 2025, mengungkapkan bahwa “krisis menit terakhir” dengan Hamas telah menghalangi persetujuan perjanjian gencatan senjata di Gaza dan pembebasan puluhan sandera.
Kabinet Israel dilaporkan tidak akan mengadakan pertemuan untuk menyetujui gencatan senjata tersebut sampai Hamas memenuhi beberapa syarat, meskipun rincian lebih lanjut mengenai hal ini belum dijelaskan.
Kantor Netanyahu juga menuduh Hamas mengingkari sebagian dari perjanjian yang telah disepakati dalam upaya untuk mendapatkan konsesi lebih lanjut.
Sementara itu, seorang pejabat senior Hamas, Izzat al-Rishq, menyatakan bahwa kelompoknya tetap berkomitmen pada perjanjian gencatan senjata yang telah diumumkan oleh mediator internasional.
Hal ini menciptakan ketegangan politik yang semakin tajam, di mana kedua belah pihak saling menyalahkan dan mengajukan tuntutan yang sulit dipenuhi.
Netanyahu sendiri berada di bawah tekanan domestik yang besar, terutama dari mitra koalisinya yang berada di sayap kanan, yang mengancam akan menjatuhkan pemerintahannya jika dia terlalu banyak memberikan konsesi kepada Hamas.
Dari sisi Hamas, mereka menyatakan bahwa mereka tidak akan membebaskan tawanan yang tersisa tanpa adanya gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.
Di sisi lain, Israel bersikeras untuk terus bertempur hingga Hamas dibubarkan dan mereka dapat mempertahankan kontrol keamanan penuh atas wilayah tersebut.
Dengan ketegangan yang meningkat dan perbedaan yang tajam antara kedua belah pihak, peluang untuk tercapainya perdamaian dalam waktu dekat tampaknya semakin kecil.
Konflik yang berlangsung lama ini semakin menunjukkan dampak buruk yang tidak hanya dirasakan oleh kedua negara yang terlibat, tetapi juga oleh warga sipil yang tak berdosa.
Dengan jumlah korban yang terus meningkat dan tidak ada tanda-tanda resolusi yang jelas, Gaza tetap berada dalam cengkeraman kekerasan dan penderitaan.
Semoga upaya internasional untuk mencapai perdamaian dapat memberikan harapan baru bagi jutaan orang yang terperangkap dalam kekacauan ini.