SerambiMuslim.com– Konflik bersenjata antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas kembali memanas. Dalam serangan terbaru yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza, sedikitnya 400 warga Palestina dilaporkan tewas. Pemerintah Israel menyatakan serangan ini sebagai awal dari kampanye militer yang lebih besar.
Mengutip laporan Reuters, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa operasi militer dilakukan setelah Hamas menolak proposal untuk memperpanjang gencatan senjata. Netanyahu mengimbau warga sipil Palestina untuk mengungsi ke wilayah yang lebih aman, seraya menyalahkan Hamas atas jatuhnya korban dari kalangan sipil.
“Sejak saat ini, Israel akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan yang semakin besar. Negosiasi hanya akan dilakukan di bawah tembakan,” kata Netanyahu dalam pernyataannya dari pangkalan militer Kirya di Tel Aviv.
“Hamas telah merasakan pukulan tangan kami dalam 24 jam terakhir. Saya ingin meyakinkan Anda, ini baru permulaan.”
Serangan udara dan artileri Israel menghantam wilayah utara hingga selatan Gaza, termasuk Kota Gaza, Khan Younis, Rafah, dan Deir el-Balah. Menurut laporan Al Jazeera, sejumlah rumah hancur dan tenda-tenda pengungsi dilaporkan rata dengan tanah. Beberapa keluarga dilaporkan tewas seutuhnya akibat serangan tersebut.
Saksi mata di Gaza menyebutkan bahwa sebuah jet tempur Israel menembakkan rudal ke pusat Kota Gaza pada Selasa malam, 18 Maret 2025. Tank-tank juga dilaporkan menembaki wilayah Rafah di bagian selatan. Anak-anak terlihat duduk di pinggir jalan dengan tas-tas besar, bersiap meninggalkan rumah mereka.
Perundingan tahap kedua mengenai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas dilaporkan mengalami kebuntuan. Pemerintah Israel menginginkan tahap pertama gencatan senjata diperpanjang hingga pertengahan April. Namun, Hamas menuntut agar Israel mengakhiri blokade yang diberlakukan sejak awal bulan ini sebagai prasyarat.
Israel sebelumnya menolak tawaran Hamas untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel dan jenazah empat tawanan yang tewas, sebagai imbalan atas dimulainya tahap kedua perundingan. Sejak dimulainya gencatan senjata pada Januari 2025, Hamas telah membebaskan sekitar 36 tawanan, ditukar dengan hampir 2.000 tahanan Palestina.
Kondisi Terkini dan Respons Warga
Konflik yang kembali membara ini memicu kemarahan para mantan sandera dan keluarga mereka. Yarden Bibas, seorang mantan sandera yang kehilangan istri dan dua anaknya saat dalam tahanan, mengatakan bahwa keputusan Israel untuk kembali berperang memperbesar risiko terhadap para sandera yang tersisa.
“Tekanan militer membahayakan sandera. Kesepakatan adalah satu-satunya cara membawa mereka kembali,” ujar Bibas.
Hamas disebut masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang ditangkap dalam serangan 7 Oktober 2024. Kelompok itu menuduh Israel memperburuk situasi dan merusak peluang keberhasilan mediasi untuk perjanjian perdamaian yang lebih permanen. Meski begitu, Hamas belum mengancam akan melakukan pembalasan.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, lebih dari 30.000 warga Palestina telah tewas sejak awal konflik meletus Oktober lalu. Data ini belum dapat diverifikasi secara independen oleh organisasi internasional karena akses ke Gaza sangat terbatas akibat blokade yang diberlakukan Israel.