SERAMBIMUSLIM.COM — Aturan paskibraka putri dilarang menggunakan hijab yang dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang juga sebagai badan pembina Paskibraka menuai banyak kritikan.
Pasalnya, dugaan larangan menggunakan hijab tersebut tertuang dalam Peraturan BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut dan Tampang Paskibraka yang terdiri dari lima poin diantaranya:
1. Setangan leher merah putih
2. Sarung tangan warna putih
3. Kaos kaki warna putih
4. Sepatu pantofel warna hitam, dan
5. Kecakapan /Kendit berwarna hijau (dikenakan saat Tanda pengukuhan Paskibraka).
Dimana aturan ini berbeda dengan aturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Bab VII Tata Pakaian dan Sikap Tampang Paskibraka yang terdiri dari enam poin. Pada poin keempat menyebutkan penggunaan ciput warna hitam (untuk putri berhijab).
1. Setangan leher merah putih
2. Sarung tangan warna putih
3. Kaos kaki warna putih
4. Ciput warna hitam (untuk putri berhijab);
5. Sepatu pantofel warna hitam sebagaimana gambar di bawah
6. Tanda Kecakapan/Kendit (dikenakan saat pengukuhan Paskibraka).
Tercatat ada sebanyak 18 anggota Paskibraka Putri 2024 yang awalnya menggunakan hijab namun tidak mengenakan hijab saat dikukuhkan oleh Presiden RI, Joko Widodo di IKN pada Selasa, 13 Agustus 2024 lalu.
Hal ini menuai kritikan dan kecaman dari berbagai pihak salah satunya dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis.
Menurutnya, aturan tersebut dinilai tidak sensitif keagamaan bahkan dianggap mempermainkan ajaran agama.
“Sungguh tak bernilai dan tak sensitif keagamaan. Dalam pernyataan Kepala BPIP yang menyebutkan pelepasan jilbab hanya pada saat mengibarkan bendera,” ungkapnya dilansir dari laman MUI Digital.
Selain itu, pernyataan tersebut juga bukan untuk kebhinekaan, tetapi merupakan bentuk pemaksaan untuk penyeragaman.
“Adik-adik Paskibraka yang bertanda tangan persetujuan tak memakai jilbab berarti tak boleh ikut mengibarkan bendera kalau masih menggunakan pakaian atribut keagamaan. Ini diskriminasi kepada umat Islam di negeri mayoritas Muslim,” tegasnya.
Padahal, lanjutnya, sila pertama Pancasila itu Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya seluruh anak bangsa berhak untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
Hal itu sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan jaminan kebebasan beragama, dalam Pasal 28E ayat (1).
Kiai Cholil menyebut, aturan BPIP yang melarang penggunaan jilbab bagi Paskibraka tidak bijak, tidak adil dan tidak beradab.
“BPIP ini tak patuh melanggar aturan, konstitusi dan Pancasila. Buat apa bikin aturan melepas jilbab saat upacara saja. Sungguh ini aturan dan kebijakan yang tak bijak, tak adil, dan tak beradab,” tegasnya.
Sebelumnya, BPIP dalam keterangan persenya meneybutkan, atribut tidak memakai hijab akan dilakukan dalam dua kesempatan, yaitu saat pengukuhan yang berlangsung pada 13 Agustus dan saat pengibaran bendera pada 17 Agustus nanti.
“Sehubungan berkembangnya wacana di publik terkait tuduhan kepada BPIP melakukan pemaksaan lepas jilbab, BPIP memahami aspirasi masyarakat. BPIP menegaskan bahwa tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab,” ungkap BPIP.
BPIP menyebutkan tidak ada paksaan dengan aturan tersebut, dan seluruh anggota Paskibraka melakukan dengan sukarela.
“Penampilan Paskibraka Putri dengan mengenakan pakaian, atribut dan sikap tampang sebagaimana terlihat pada saat pelaksanaan tugas kenegaraan yaitu Pengukuhan Paskibraka adalah kesukarelaan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada dan hanya dilakukan pada saat Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih pada Upacara Kenegaraan saja,” terngnya.
Sementara di luar dua acara tersebut, Paskibraka Putri yang menggunakan hijab tetap dibebaskan.
“Di luar acara Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih pada Upacara Kenegaraan, Paskibraka Putri memiliki kebebasan penggunaan jilbab dan BPIP menghormati hak kebebasan penggunaan jilbab tersebut. BPIP senantiasa patuh dan taat pada konstitusi,” terang BPIP.