Menag Nasaruddin Tegaskan PIK 2 Bukan “Negara dalam Negara”

Menteri Agama Nasaruddin. (int)

SerambiMuslim.com–Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, membantah keras anggapan bahwa kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 merupakan “negara dalam negara.” Menurutnya, narasi tersebut tidak hanya keliru tetapi juga mengabaikan fakta bahwa PIK 2 justru merepresentasikan semangat keberagaman Indonesia.

“Negara dalam negara itu kan bahasa konotatif. Kalau mau disebut ini adalah Indonesia kecil. Mayoritas penduduk di sini adalah muslim. Jadi wajar kalau banyak masjidnya. Ini adalah wajah Indonesia,” ujar Menag kepada awak media usai menghadiri acara pemancangan tiang perdana pembangunan Masjid Al-Ikhlas PIK di kawasan Riverwalks PIK, Simpang Empat, Tangerang, Jumat, 7 Maret 2025.

Pernyataan Menag Nasaruddin disampaikan untuk merespons sejumlah opini publik yang menyebut bahwa kawasan PIK 2 terlalu eksklusif dan dianggap berkembang di luar kendali regulasi pemerintah. Bahkan, tudingan “negara dalam negara” sempat mencuat di media sosial dan menjadi bahan polemik. Menanggapi hal ini, Nasaruddin menilai penting untuk meluruskan persepsi publik.

“Nah jangan dibikin terbalik. Maka itu ini suatu pembuktian bahwa di PIK ini adalah bagian dari realitas Indonesia ya kan. Ini adalah Indonesia mini,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa pembangunan masjid-masjid megah di kawasan tersebut mencerminkan semangat kebangsaan dan toleransi antarumat beragama. Menurutnya, pembangunan infrastruktur keagamaan yang inklusif menjadi bukti bahwa kawasan tersebut dibangun bukan untuk kepentingan kelompok tertentu, melainkan untuk semua kalangan.

Pengembang kawasan, Agung Sedayu Group, diketahui memiliki peran penting dalam pembangunan fasilitas keagamaan di PIK. Selain Masjid Al-Ikhlas yang saat ini sedang dibangun, juga telah direncanakan pendirian Masjid Agung Asadiyah PIK yang akan memiliki kapasitas hingga 5.000 jemaah.

Masjid Agung Asadiyah ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, melainkan juga akan dikembangkan sebagai Islamic Center, yaitu pusat pembelajaran keagamaan dan pengembangan keterampilan masyarakat Muslim. Fasilitas ini diharapkan dapat mendorong penguatan ekonomi syariah dan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam di tengah kehidupan urban.

“Insya Allah, dengan adanya masjid ini, kawasan PIK semakin berkembang menjadi pusat kehidupan beragama dan peradaban,” kata Nasaruddin.

Tak hanya itu, di kawasan PIK juga telah berdiri Menara Syariah, sebuah kompleks bisnis dan keuangan berbasis syariah yang terdiri dari dua menara tinggi. Di dalamnya terdapat Masjid Al-Khairiyah—yang berarti ‘kebaikan’—yang juga menjadi bagian dari penguatan simbol Islam moderat dan terbuka.

Sebelum pembangunan Masjid Al-Ikhlas dan Masjid Agung Asadiyah, Agung Sedayu Group telah membangun beberapa masjid lain di kawasan tersebut, di antaranya:

  • Masjid Al-Hikmah di Taman Wisata Mangrove
  • Masjid An-Nur di Pantai Indah Utara
  • Masjid Al-Muhajirin di kawasan Agung Sedayu Tower
  • Masjid Al-Khairiyah di Menara Syariah, PIK 2

Kehadiran masjid-masjid tersebut mempertegas bahwa PIK bukanlah kawasan eksklusif yang menutup diri, melainkan kawasan yang dibangun dengan semangat keberagaman, keterbukaan, dan kebangsaan.

Menag juga menyampaikan apresiasinya terhadap peran pengembang dalam membangun kawasan yang memperhatikan kebutuhan spiritual dan sosial masyarakat. Ia menilai PIK bisa menjadi contoh positif dalam pembangunan kawasan urban modern yang tetap memegang nilai-nilai toleransi dan harmoni.

“Saya melihat PIK sebagai simbol Indonesia masa depan, di mana keberagaman tidak hanya dijaga tapi juga difasilitasi dengan baik,” katanya.

Pantai Indah Kapuk 2 adalah kawasan hunian dan bisnis baru yang dikembangkan di wilayah Tangerang Utara. Kawasan ini merupakan perluasan dari PIK 1 yang telah lebih dulu dikenal sebagai kawasan elit dengan hunian mewah, pusat kuliner, dan destinasi wisata alam.

Namun, seiring berkembangnya kawasan ini, muncul berbagai persepsi negatif—terutama terkait dugaan eksklusivitas dan minimnya kontrol regulasi pemerintah. Hal inilah yang kemudian memicu munculnya narasi “negara dalam negara.” Namun, jika ditinjau secara administratif, kawasan PIK tetap berada di bawah otoritas pemerintahan Kabupaten Tangerang dan tidak memiliki status khusus yang membuatnya otonom secara hukum.

Pemerintah daerah bersama pengembang dan tokoh masyarakat terus berupaya menumbuhkan kehidupan sosial yang inklusif dan mengakomodasi keberagaman suku, agama, dan budaya di kawasan tersebut.

Dengan hadirnya perhatian dari pemerintah pusat—terutama dari Kementerian Agama—diharapkan polemik terkait status kawasan PIK 2 dapat diredam, dan masyarakat dapat melihat kawasan ini sebagai bagian integral dari Indonesia yang majemuk.