Menag Serukan Penghulu Edukasi Masyarakat Tentang Pernikahan

(Foto : Kemenag)

 SerambiMuslim.com– Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, mengungkapkan keprihatinannya atas tingginya angka perceraian di Indonesia.

Kondisi ini menjadi perhatian serius, terutama karena dampak yang ditimbulkan tidak hanya memengaruhi pasangan suami istri, tetapi juga anak-anak dan masyarakat luas.

Menurut data yang ada, sekitar 60% perceraian di Indonesia terjadi pada pasangan yang baru menikah kurang dari lima tahun.

Menyikapi hal ini, Menteri Nasaruddin Umar mengajak seluruh jajaran Kementerian Agama (Kemenag) untuk berperan aktif dalam menurunkan angka perceraian tersebut.

Salah satu upaya yang dianggap penting adalah melalui edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga keutuhan rumah tangga dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pernikahan.

Dalam kesempatan tersebut, Menag Nasaruddin Umar menyampaikan pesannya kepada para penghulu dalam acara Training Komunikasi dan Konseling untuk Penghulu Berbasis AI TalentDNA, yang berlangsung pada 13-14 Januari 2025.

Pelatihan ini diselenggarakan melalui kerja sama antara UAG University, Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI), dan ESQ Leadership Center.

Dalam acara yang dihadiri oleh sekitar 80 penghulu dari seluruh Indonesia, Menag menyatakan bahwa peran penghulu tidak hanya terbatas pada pencatatan pernikahan saja, tetapi juga mencakup fungsi sebagai pendidik dan pemberi pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya membangun keluarga yang harmonis.

“Penghulu itu bukan hanya mencatatkan nikah. Anda semua juga harus bisa mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pernikahan. Oleh karena itu, penting untuk menguasai cara berkomunikasi yang efektif dengan masyarakat,” ujar Menag Nasaruddin Umar.

Menag Nasaruddin juga menyampaikan apresiasinya terhadap penggunaan teknologi dalam pelatihan ini, khususnya pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam metode komunikasi dan konseling.

Ia menyatakan rasa penasarannya terhadap bagaimana teknologi AI dapat diterapkan dalam konteks komunikasi yang berkaitan dengan penguatan nilai-nilai pernikahan dan keluarga.

Menurutnya, keterampilan komunikasi yang memanfaatkan teknologi seperti AI menjadi modal penting di tengah perubahan zaman yang semakin cepat.

Dengan harapan, para penghulu yang mengikuti pelatihan ini dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan memberikan dampak positif, terutama dalam mengurangi angka perceraian di Indonesia.

Selain itu, Menag juga menyoroti fakta bahwa perceraian yang terjadi pada pasangan dengan usia pernikahan kurang dari lima tahun seringkali berdampak pada perempuan dan anak-anak.

Kondisi ini menjadi salah satu alasan penting mengapa penghulu, bersama dengan penyuluh, perlu memberikan edukasi dan konseling yang lebih baik kepada pasangan yang sedang menghadapi masalah dalam pernikahan mereka.

“Jika sudah seperti ini, yang paling terdampak adalah perempuan dan anak-anak. Ini adalah hal  yang sangat perlu kita perhatikan. Penghulu dan penyuluh harus bisa memberikan dukungan dan bimbingan kepada masyarakat di wilayahnya masing-masing,” imbuh Menag.

Sementara itu, Direktur Bina KUA dan Keluarga Kemenag, Cecep Khairul Anwar, berharap bahwa pelatihan ini dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan pendekatan bimbingan perkawinan (bimwin) yang lebih baik bagi masyarakat.

Ia juga mengungkapkan harapannya agar ke depan, setiap penghulu dapat dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memberikan bimbingan dan konseling yang efektif bagi pasangan yang baru menikah maupun yang sedang menghadapi masalah dalam pernikahan mereka.

Dengan demikian, penghulu dapat menjadi agen perubahan dalam masyarakat dan berperan aktif dalam mengurangi angka perceraian.

Berdasarkan catatan, saat ini terdapat 9.333 penghulu di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 8.661 penghulu berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), sementara 672 penghulu lainnya berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Kehadiran mereka di tengah masyarakat sangat penting, karena penghulu memiliki peran yang strategis dalam proses pernikahan dan bimbingan keluarga.

Inovasi dalam bidang bimbingan perkawinan kini semakin berkembang dengan diperkenalkannya metode AI TalentDNA dalam pelatihan ini.

Metode ini merupakan teknologi berbasis analisis perilaku dan pola pikir yang membantu mengidentifikasi karakter alami seseorang.

Dengan demikian, penghulu dapat memberikan konseling yang lebih personal dan efektif, sesuai dengan kebutuhan individu atau pasangan yang mereka hadapi.

Founder ESQ Leadership Center dan UAG University, Ary Ginanjar Agustian, yang juga merupakan inisiator metode AI TalentDNA, menyampaikan bahwa teknologi ini bertujuan untuk meningkatkan toleransi dan harmonisasi dalam membangun peradaban, yang dimulai dari keluarga.

Ia berharap pelatihan ini dapat menjadi titik awal untuk menciptakan keluarga Indonesia yang lebih memahami makna toleransi dan mampu menghadapi tantangan keragaman dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pelatihan ini, penghulu juga diberikan bekal lima instrumen pokok untuk meningkatkan kompetensi mereka, yaitu: Pelatihan Public Speaking, Neurolinguistik, Aplikasi TalentDNA, ESQ Coaching, dan AI Talent Management.

Dengan kelima instrumen ini, diharapkan para penghulu dapat lebih siap menghadapi tantangan dan memberikan kontribusi yang positif dalam mewujudkan keluarga yang harmonis dan toleran di Indonesia.

Ary Ginanjar juga menambahkan bahwa pelatihan ini diberikan secara gratis bagi para penghulu sebagai bentuk nyata dari implementasi Tridharma Perguruan Tinggi UAG University, yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

“Kami ingin terus berkontribusi dalam pembangunan kapasitas masyarakat, khususnya mereka yang berperan langsung dalam kehidupan sosial keagamaan,” kata Ary Ginanjar.

Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan penghulu dapat lebih siap dalam menghadapi tugas dan peran mereka sebagai pendidik dan pembimbing bagi masyarakat dalam membangun keluarga yang lebih harmonis.