SerambiMuslim.com– Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, memberikan tanggapan terkait usulan yang disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamuddin, mengenai penggunaan dana zakat untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Anwar mengungkapkan bahwa, dalam pandangannya, penggunaan dana zakat untuk program tersebut tidaklah tepat dalam beberapa kondisi. Menurutnya, hal ini bisa menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
“Kalau dari dana zakat tentu akan ada ikhtilaf atau perbedaan pendapat di antara para ulama kecuali kalau makanan bergizi tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga fakir dan miskin,” ujar Anwar saat menanggapi usulan tersebut pada Kamis (16/1/2025).
Hal ini menunjukkan bahwa dalam konteks zakat, ada aturan ketat terkait siapa yang berhak menerima dana zakat, yang hanya boleh disalurkan kepada delapan golongan yang ditentukan dalam ajaran Islam.
Delapan golongan penerima zakat menurut ajaran Islam adalah fakir, miskin, amil (pengelola zakat), muallaf (orang yang baru memeluk Islam), orang yang dililit hutang, budak yang ingin memerdekakan diri, ibnu sabil (musafir), dan fi sabilillah (di jalan Allah).
Oleh karena itu, Anwar mengingatkan bahwa jika program MBG diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga mampu atau berada, maka penggunaan dana zakat untuk hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan.
Sebagai alternatif, dana infak dan sedekah bisa digunakan untuk tujuan tersebut, mengingat penggunaan dana tersebut lebih fleksibel dan tidak seketat zakat.
“Namun, jika untuk menyediakan MBG bagi anak-anak dari keluarga yang berada tentu tidak tepat, kecuali kalau diambil dari dana infak dan sedekah,” lanjut Anwar.
Hal ini menegaskan bahwa dalam Islam, dana infak dan sedekah bisa digunakan lebih luas, termasuk untuk mendanai program-program sosial seperti MBG, yang tidak terikat oleh aturan ketat yang berlaku pada zakat.
Selain itu, terkait dengan penggunaan dana wakaf, Anwar menjelaskan bahwa wakaf, yang terdiri dari benda atau zat dan manfaat atau hasilnya, tidak bisa digunakan untuk mendanai program seperti MBG dalam bentuk makanan, karena hal tersebut dapat menghilangkan zat atau pokok dari wakaf tersebut.
Jika wakaf yang dimaksud adalah uang, maka pokok dari uang tersebut harus tetap terjaga, sementara manfaatnya dapat dimanfaatkan oleh pihak yang membutuhkan.
“Kalau kita mewakafkan uang maka pokoknya tidak boleh hilang dan tetap menjadi milik yang mewakafkan, sementara manfaatnya bisa diambil oleh pihak yang menerima wakaf. Oleh karena itu, istilah wakaf makanan bergizi tidak bisa karena dzat atau pokoknya menjadi hilang,” ujar Anwar.
Namun, dia menambahkan bahwa jika yang digunakan adalah hasil dari pengelolaan harta wakaf, hal tersebut dapat dilakukan selama ada persetujuan dari pihak yang mewakafkan dan tidak bertentangan dengan niat asal dari wakaf tersebut.
Sebagai solusi lain untuk mendukung program MBG, Anwar mengusulkan agar program tersebut dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan ketersediaan anggaran yang ada.
“Menurut saya kalau seandainya dana pemerintah masih terbatas, maka sebaiknya penyelenggaraannya cukup satu atau dua hari saja dahulu dalam seminggu sesuai dengan dana yang ada. Tahun depan, jika anggaran sudah ada, baru dilaksanakan secara penuh, yaitu 5 atau 6 hari dalam seminggu,” tambahnya.
Hal ini menunjukkan pendekatan yang lebih realistis, dengan mempertimbangkan keterbatasan anggaran yang ada pada pemerintah.
Namun demikian, Anwar juga merasa heran jika pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk menyelenggarakan program tersebut.
Ia berpendapat bahwa saatnya bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, khususnya dalam sektor pertambangan, yang selama ini dinilai menguntungkan banyak pihak.
Menurutnya, pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik dapat meningkatkan dana yang dimiliki oleh pemerintah, yang selanjutnya bisa digunakan untuk membiayai berbagai program sosial, termasuk makan bergizi gratis.
“Kita tahu selama ini para pengusaha dalam bidang pertambangan sudah banyak menikmati keuntungan dari konsesi dan kesempatan yang sudah diberikan oleh pemerintah. Sekarang sudah saatnya pemerintah mengorientasikan pengelolaan sumber daya alam tersebut untuk terciptanya sebesar-besar kemakmuran rakyat,” jelas Anwar.
Dia juga menekankan pentingnya pemerintah untuk tegas dalam menentukan masalah bagi hasil antara pemerintah dan pengusaha, agar dana yang diterima oleh pemerintah dapat meningkat dan digunakan untuk berbagai program sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebelumnya, Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mengusulkan agar dana zakat dilibatkan dalam pendanaan program makan bergizi gratis.
Ia mengungkapkan pemikirannya bahwa dengan memanfaatkan dana zakat yang sangat besar, program tersebut bisa mencakup lebih banyak penerima manfaat.
Sultan berharap agar masyarakat umum juga terlibat dalam program ini, yang diharapkan dapat membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk mendapatkan makanan bergizi secara gratis.
Program makan bergizi gratis ini memang menjadi salah satu wacana penting dalam memperhatikan kesehatan anak-anak, terutama yang berasal dari keluarga miskin.
Namun, dengan berbagai pertimbangan yang disampaikan oleh Anwar Abbas, penggunaan dana zakat dan dana lainnya perlu dipertimbangkan dengan matang agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi yang berhak menerimanya.