Serambimuslim.com– Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, berharap kehadiran gedung baru Pusat Literasi Keagamaan Islam (PLKI) Unit Percetakan Al-Qur’an (UPQ) dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya pengentasan buta huruf Al-Qur’an di Indonesia.
Hal ini disampaikan Nasaruddin Umar saat melakukan kunjungan ke PLKI UPQ Kementerian Agama di Ciawi, Bogor, pada hari Rabu.
Menurut Nasaruddin, rendahnya tingkat literasi Al-Qur’an di Indonesia menjadi tantangan besar, dan upaya untuk mengurangi angka buta huruf Al-Qur’an harus terus diperjuangkan.
Dalam penjelasannya, Nasaruddin mengungkapkan bahwa saat ini buta huruf Al-Qur’an masih menjadi masalah yang signifikan di Indonesia.
Ia mengutip sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 3.000 responden, di mana sekitar 72 persen di antaranya belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik.
Hal ini mencerminkan betapa masih tingginya tingkat ketidakmampuan sebagian besar masyarakat Indonesia dalam membaca kitab suci umat Islam tersebut.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya angka buta huruf Al-Qur’an di Indonesia adalah keterbatasan akses terhadap mushaf Al-Qur’an.
Ketersediaan mushaf yang terbatas menjadi kendala bagi banyak orang yang ingin belajar membaca Al-Qur’an.
Menurut Nasaruddin Umar, kebutuhan mushaf Al-Qur’an setiap tahunnya di Indonesia mencapai sekitar enam juta eksemplar.
Namun, selama ini UPQ hanya mampu mencetak sekitar 200 ribu eksemplar. Kekurangan jumlah mushaf inilah yang menjadi penyebab sulitnya masyarakat untuk mempelajari dan menghafal Al-Qur’an secara optimal.
Melalui perluasan dan revitalisasi Gedung Unit Percetakan Al-Qur’an, Nasaruddin berharap UPQ dapat meningkatkan kapasitas produksinya dan mampu mencetak hingga dua juta mushaf per tahun.
Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mushaf Al-Qur’an yang sangat tinggi, terutama di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau, seperti daerah-daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T).
Selain masalah keterbatasan mushaf, Nasaruddin juga menyoroti kurangnya jumlah guru mengaji yang berkompeten sebagai faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat literasi Al-Qur’an di Indonesia.
Salah satu permasalahan besar adalah rendahnya kesejahteraan guru mengaji. Sebagian besar guru mengaji hanya menerima upah yang sangat rendah, bahkan ada yang hanya memperoleh Rp100.000 per bulan.
Hal ini tentu saja menjadi tantangan besar dalam meningkatkan kualitas pengajaran Al-Qur’an di Indonesia.
Menurut Nasaruddin, berdasarkan survei yang ia baca, jumlah guru mengaji di Indonesia mencapai sekitar 928.000 orang.
Jika dihitung dengan jumlah umat Islam yang mencapai 270 juta, maka setiap guru mengaji harus membimbing lebih dari seribu anak.
Dengan kondisi seperti ini, tidak mengherankan jika kualitas pengajaran Al-Qur’an menjadi terhambat, terutama ketika banyak guru mengaji yang hidup dalam kondisi ekonomi yang sangat terbatas.
Oleh karena itu, Nasaruddin mengimbau agar pihak UPQ dan Kemenag memberikan perhatian serius terhadap peningkatan kesejahteraan guru mengaji.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah melalui program-program pengentasan buta huruf Al-Qur’an dan peningkatan kesejahteraan guru mengaji.
Pemberian insentif yang lebih baik bagi para guru mengaji akan meningkatkan motivasi mereka untuk mengajar lebih maksimal dan mendorong lebih banyak masyarakat untuk mempelajari Al-Qur’an dengan lebih baik.
Sementara itu, di Aceh Besar, Baitul Mal bersama Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) bekerja sama untuk meningkatkan kualitas pengajaran Al-Qur’an melalui program pelatihan bagi guru TPA, TPQ, dan balai pengajian.
Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Besar, Sulaimi, dalam acara Training of Trainer (ToT) yang diadakan di Ingin Jaya, menjelaskan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk memperkenalkan metode baru dalam mengajarkan Al-Qur’an agar anak-anak dapat belajar dengan nyaman dan menarik.
Program ini juga sebagai bentuk kolaborasi antara pemerintah daerah dan lembaga masyarakat untuk memajukan pendidikan Al-Qur’an di Aceh Besar.
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar berkomitmen untuk meningkatkan pendidikan agama dan Al-Qur’an, dengan harapan dapat membentengi generasi muda di daerah tersebut dalam menghadapi era digitalisasi.
Sulaimi berharap kerja sama antara pemerintah dan IKAT dapat terus berlanjut untuk menciptakan Kabupaten Aceh Besar yang Qur’ani dan memiliki tingkat literasi Al-Qur’an yang lebih baik.
Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh Besar, Heru Saputra, menambahkan bahwa dana untuk program pelatihan ini berasal dari dana zakat yang dikelola oleh Baitul Mal Aceh Besar.
Ia berharap para peserta pelatihan dapat menyerap ilmu yang diberikan dengan baik, sehingga pengajaran Al-Qur’an di Aceh Besar dapat semakin maksimal.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh Kementerian Agama, pemerintah daerah, dan lembaga masyarakat, diharapkan pengentasan buta huruf Al-Qur’an dapat tercapai.
Nasaruddin Umar berharap bahwa dengan adanya dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak, Indonesia dapat menurunkan tingkat buta huruf Al-Qur’an dan meningkatkan kualitas pendidikan agama yang lebih baik di seluruh penjuru tanah air.