Potensi Ekonomi Syariah Indonesia Masih Belum Optimal

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Ni'am Sholeh. (int)

Serambimuslim.com– Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, memiliki potensi ekonomi syariah yang sangat besar. Namun, sayangnya, pemanfaatan produk dan layanan keuangan syariah di Indonesia masih jauh dari optimal.

Hal ini menjadi pembahasan utama dalam talkshow bertema “Fenomena Pinjol & Judol serta Solusi Ekonomi Syariah di Kalangan Milenial”, yang diadakan pada Kamis (19/12/2024) di Hotel Swissbell Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Diskusi ini menyoroti perkembangan sektor ekonomi syariah, yang hingga saat ini masih mengalami tantangan dalam hal penetrasi pasar.

Menurut Direktur Utama Lembaga Sertifikasi Profesi Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (LSP DSN-MUI), Dr. H. Aminudin Yakub, meskipun Indonesia telah memiliki berbagai instrumen keuangan syariah yang lengkap, penetrasi pasar keuangan syariah di Indonesia masih berada di bawah 10%.

“Kita ini punya satu instrumen yang sudah dikembangkan oleh Majelis Ulama Indonesia, yaitu instrumen-instrumen keuangan syariah. Sekarang ini sudah ada lembaga-lembaga keuangan syariah, bank, asuransi, pasar modal, penjaminan, pegadaian, perusahaan pembiayaan, semuanya sudah syariah. Bahkan juga multi-level marketing syariah juga sudah ada,” jelas Aminudin.

Namun, meskipun semua instrumen ini sudah ada dan berkembang, data menunjukkan bahwa pasar keuangan syariah di Indonesia belum mencapai 10%.

Menurut Aminudin, rendahnya minat masyarakat terhadap produk keuangan syariah disebabkan oleh beberapa faktor utama. Salah satunya adalah rendahnya literasi keuangan, terutama di kalangan generasi milenial.

Selain itu, gaya hidup konsumtif yang cenderung mengutamakan solusi instan, seperti pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol), juga menjadi faktor yang menghambat perkembangan ekonomi syariah.

“Itu problematika kita seperti terjebak pada 10%. Karena apa? Karena literasinya kurang, kemudian juga masih suka yang instan-instan, tidak biasa berinvestasi, punya lifestyle yang konsumtif. Nah ini banyak faktor-faktor yang mungkin perlu kita literasi,” ungkapnya.

Aminudin menegaskan bahwa meskipun generasi milenial dianggap cerdas dan lebih melek teknologi, masih banyak yang terjebak dalam perangkap pinjol dan judi online.

“Intinya kembali pada tema kita tentang judi online dan pinjol, saya kira kita semua sudah memahami ini sebagai generasi yang smart. Kalau Anda masih terjebak pada dua hal ini, smart Anda perlu dipertanyakan dan diragukan,” tegasnya.

Pernyataan ini menggambarkan betapa pentingnya kesadaran dan edukasi tentang pentingnya literasi keuangan syariah untuk menghindari jebakan finansial yang merugikan.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, juga memberikan pandangannya mengenai rendahnya kesadaran masyarakat tentang produk keuangan syariah, meskipun Indonesia memiliki potensi pasar yang besar. Dengan 87% penduduk Indonesia beragama Islam, ekonomi syariah seharusnya dapat berkembang pesat.

“Meskipun kita mayoritas muslim, akan tetapi kesadaran untuk akses produk keuangan syariah itu masih cukup rendah. Ini adalah kesempatan bagi pelaku ekonomi syariah untuk memperluas produknya,” ujar Asrorun Ni’am.

Menurut Asrorun, peluang pasar bagi ekonomi syariah sangat besar, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim.

Namun, kesadaran masyarakat untuk mengakses produk keuangan syariah masih terbilang rendah. Hal ini menjadi tantangan besar bagi pelaku ekonomi syariah untuk menjangkau lebih banyak masyarakat.

“Pasarnya kan masih sangat besar ya. Secara potensial, 87% penduduk muslim itu adalah pasar ekonomi keuangan syariah. Akan tetapi belum semua terjangkau dan tersadarkan untuk menggunakan ekonomi keuangan syariah,” lanjutnya.

Untuk itu, Asrorun menekankan bahwa pelaku ekonomi syariah perlu lebih proaktif dalam menawarkan produk-produk yang menarik dan kompetitif.

Menurutnya, produk-produk keuangan syariah harus lebih terlihat dan mudah diakses oleh masyarakat. “PR untuk pelaku ekonomi syariah ini adalah menawarkan produk-produk yang memang visible, menarik, dan kompetitif,” ujarnya.

Produk yang mudah diakses dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan membantu memperluas penerimaan masyarakat terhadap ekonomi syariah.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi, salah satu solusi untuk mengatasi masalah rendahnya kesadaran dan literasi keuangan syariah adalah dengan memperkenalkan produk-produk syariah melalui platform digital.

Hal ini sejalan dengan tren yang berkembang, di mana generasi milenial lebih banyak mengakses layanan melalui aplikasi digital.

Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi antara lembaga keuangan syariah dan penyedia platform digital untuk mempermudah akses masyarakat terhadap layanan keuangan syariah.

Peningkatan literasi keuangan syariah juga harus menjadi fokus utama. Edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan keunggulan produk-produk keuangan syariah, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, serta investasi syariah, perlu dilakukan secara intensif.

Dengan memahami prinsip-prinsip syariah yang mendasari produk-produk tersebut, masyarakat akan semakin percaya dan tertarik untuk beralih dari produk keuangan konvensional ke produk syariah yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Secara keseluruhan, meskipun ekonomi syariah di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, pemanfaatannya masih jauh dari optimal.

Oleh  karena itu, dibutuhkan kerja keras dari semua pihak, baik pelaku industri keuangan syariah, pemerintah, maupun masyarakat, untuk memperluas pemahaman dan penerimaan terhadap produk-produk keuangan syariah.

Dengan meningkatkan literasi keuangan syariah dan menawarkan produk yang menarik, diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan potensi besar ini untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.