Serambimuslim.com– Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, baru-baru ini menerima Anugerah Hamengkubuwono IX tahun 2024.
Penyerahan penghargaan bergengsi tersebut berlangsung di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Kamis, 19 Desember 2024.
Anugerah ini diberikan sebagai penghargaan atas dedikasi Prof. Haedar di bidang pendidikan, sosial, politik, dan kemanusiaan. Sebagai alumnus UGM, ia dianggap layak menerima penghargaan tersebut berkat kontribusinya yang signifikan dalam memajukan masyarakat melalui berbagai sektor.
Setelah menerima penghargaan tersebut, Prof. Haedar mengungkapkan rasa terhormatnya atas pemberian Anugerah Hamengkubuwono IX.
Dalam kesempatan tersebut, ia menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang terlibat, termasuk Universitas Gadjah Mada, Keraton Yogyakarta, dan Muhammadiyah.
“Terima kasih saya sampaikan ke Bu Rektor (UGM), Keraton, dan tentunya ke Muhammadiyah yang telah memberi saya kesempatan untuk memperoleh Anugerah Hamengkubuwono IX ini dari UGM tercinta,” kata Prof. Haedar Nashir, seperti dikutip dari rilis pers Republika.
Namun, meskipun mendapatkan penghargaan yang prestisius tersebut, Prof. Haedar dengan rendah hati menyatakan bahwa dirinya merasa belum pantas untuk menerimanya. Ia mengungkapkan bahwa kontribusinya dalam dunia pendidikan, sosial, dan kemanusiaan masih jauh dari sempurna.
“Saya merasa belum pantas untuk menerima penghargaan ini, karena khidmat saya dalam dunia pendidikan, sosial, dan kemanusiaan masih jauh dari sempurna,” ujar suami Ny. Dr. Siti Noordjannah Djohantini ini.
Dalam pidato penerimaannya, Prof. Haedar juga mengenang masa-masa saat dirinya menyelesaikan studi magister dan doktoralnya di UGM. Selama enam tahun menuntut ilmu di kampus tersebut, ia merasa beruntung berada di lingkungan yang sarat dengan ilmu pengetahuan.
Di UGM, ia belajar banyak tentang berbagai nilai yang sangat berharga, yang hingga kini diterapkannya dalam kehidupan pribadi dan profesional. Prof. Haedar menegaskan bahwa selama masa studinya di UGM, ia mendapatkan lima nilai penting yang ia internalisasikan dalam kehidupannya.
Nilai pertama adalah kebenaran yang berbasis pada ilmu pengetahuan, yang selalu dikaitkan dengan Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa Indonesia. Ia menekankan bahwa sebagai seorang ilmuwan, kebenaran merupakan nilai utama yang harus dijunjung tinggi.
“Kebenaran itu berbasis pada ilmu dan selalu terkoneksi dengan Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa. Ini adalah nilai pertama yang saya dapatkan,” kata Prof. Haedar.
Nilai kedua yang ia peroleh adalah tradisi keilmuan. Bagi Prof. Haedar, UGM bukan sekadar kampus akademik, tetapi juga merupakan ‘school of thought’, sekolah pemikiran.
Di UGM, ia merasa mendapatkan banyak alat dan metodologi yang saling terhubung dan relevan dalam dunia ilmu pengetahuan.
“UGM ini bukan hanya kampus akademik, tetapi juga sekolah pemikiran. Saya mendapat banyak alat dan metodologi yang interkoneksi untuk melanjutkan karya ilmiah,” imbuhnya.
Nilai ketiga yang ia pelajari adalah persatuan dalam keragaman. UGM, menurutnya, merupakan wadah bagi anak-anak bangsa dari berbagai latar belakang sosial, budaya, dan agama yang dapat tumbuh bersama dalam suasana yang harmonis.
“Kampus ini adalah kawah candradimuka bagi anak-anak bangsa Indonesia. Di sini, mereka yang berasal dari berbagai latar belakang sosial, budaya, dan agama bisa tumbuh bersama dan menyerap ilmu,” jelas Prof. Haedar.
Nilai keempat adalah kecintaan terhadap rakyat. Kampus UGM, menurut Prof. Haedar, bukan hanya sekadar lembaga pendidikan tinggi, tetapi juga tempat yang menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk berkontribusi pada masyarakat.
Salah satu contoh nyata adalah melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang memungkinkan mahasiswa UGM untuk terjun langsung membantu masyarakat.
“Kecintaan terhadap rakyat itu tidak hanya diwujudkan secara simbolis. Lebih penting lagi adalah mewujudkan kebijakan yang berpihak dan memberdayakan rakyat,” ungkap Prof. Haedar.
Nilai terakhir yang didapatkan dari UGM adalah orientasi dunia. Prof. Haedar menekankan bahwa UGM dan kampus-kampus Muhammadiyah harus lebih aktif merespons isu-isu internasional dan bergerak ke ranah global.
Hal ini menjadi penting karena tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga global.
“UGM, seperti kampus Muhammadiyah, harus lebih kuat bergerak ke ranah global. Kami harus merespon isu-isu internasional dengan lebih baik,” jelasnya.
Dengan penerimaan Anugerah Hamengkubuwono IX ini, Prof. Haedar Nashir tidak hanya meraih pengakuan atas kontribusinya di berbagai bidang, tetapi juga menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia berharap penghargaan ini menjadi pendorong bagi dirinya untuk terus berkarya, memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, dan memperjuangkan kemanusiaan di berbagai sektor.
Prof. Haedar juga menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada UGM, karena telah memberikan banyak pembelajaran dan inspirasi dalam perjalanan hidupnya, baik sebagai akademisi maupun sebagai pemimpin di organisasi Muhammadiyah.
Keberhasilan Prof. Haedar dalam menerima penghargaan ini adalah bukti nyata bahwa dedikasinya dalam memajukan pendidikan, sosial, dan kemanusiaan telah diakui secara luas.
Melalui penghargaan ini, diharapkan semakin banyak pihak yang terinspirasi untuk terus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, bangsa, dan negara, terutama dalam konteks pembangunan yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.