Sejarah Islam di Makassar: Peran Karaeng Matoaya

Sosok Karaeng Matoaya I Malingkaang Daeng Manyonri’ Karaeng Katangka Sultan Abdullah (int)

serambimuslim.com– Karaeng Matoaya I Malingkaang Daeng Manyonri’, yang lebih dikenal sebagai Sultan Abdullah Awalul Islam, adalah sosok yang sangat penting dalam sejarah perkembangan Islam di Sulawesi Selatan.

Sebagai Raja Tallo pertama yang memeluk agama Islam, beliau berperan besar dalam memperkenalkan dan menyebarkan agama ini di wilayah Makassar, terutama pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17.

Peristiwa penting dalam hidupnya, yaitu konversinya ke Islam bersama keluarga pada 22 September 1605, menandai dimulainya era baru peradaban Islam di kawasan ini.

Karaeng Matoaya dilahirkan sebelum tahun 1573, meskipun tanggal pasti kelahirannya tidak tercatat dalam sejarah. Sejak muda, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan disegani oleh rakyatnya.

Sebagai Raja Tallo, sebuah kerajaan yang terletak di wilayah pesisir Makassar, ia memiliki peran strategis dalam hubungan politik dan ekonomi, baik dengan kerajaan-kerajaan tetangga maupun dengan pihak asing yang menjalin hubungan dagang dengan Sulawesi Selatan.

Ketika Karaeng Matoaya memutuskan untuk memeluk Islam, ia pun memperoleh gelar “Sultan Abdullah Awalul Islam,” yang berarti pemimpin pertama di Sulawesi Selatan yang mengadopsi agama Islam.

Dengan gelar ini, beliau bukan hanya sekadar seorang raja, tetapi juga simbol transisi penting menuju era Islam di Sulawesi Selatan.

Islam yang dibawanya ini menjadi agama resmi di Kesultanan Makassar setelah keponakannya, Raja Gowa Alauddin, turut memeluk Islam.

Konversi mereka secara simbolis menandai penerimaan Islam oleh masyarakat Gowa-Tallo, yang merupakan wilayah kekuasaan yang besar di Sulawesi Selatan saat itu.

Keputusan Karaeng Matoaya untuk beralih ke Islam tidak hanya berimplikasi pada agama, tetapi juga membawa perubahan signifikan dalam budaya, hukum, dan pemerintahan.

Islamisasi yang dilakukan tidak hanya sebatas pada ritual keagamaan, tetapi juga menyentuh sistem pemerintahan dan tata aturan masyarakat.

Sebagai pemimpin, Karaeng Matoaya mulai memperkenalkan aturan-aturan syariah dalam tata kehidupan sehari-hari, serta mengadopsi nilai-nilai Islam dalam kepemimpinannya.

Langkah ini memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang progresif dan visioner.

Selain itu, keputusan Karaeng Matoaya ini juga berdampak besar pada hubungan antar-kerajaan. Kesultanan Gowa-Tallo, di bawah pemerintahan Karaeng Matoaya dan Raja Gowa Alauddin, semakin memperkuat hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Kesultanan Aceh dan Kesultanan Demak, serta kerajaan-kerajaan di Jawa yang sudah terlebih dahulu mengadopsi Islam.

Hubungan ini membuka jalan bagi pertukaran budaya dan perdagangan yang lebih intensif, serta aliansi yang memperkuat posisi Gowa-Tallo sebagai pusat kekuatan Islam di Indonesia bagian timur.

Karaeng Matoaya memimpin Kerajaan Tallo hingga wafatnya pada 1 Oktober 1636. Pada masa kepemimpinannya, beliau dikenal sebagai raja yang adil, bijaksana, dan disegani. Setelah beliau wafat, takhta Tallo

Diteruskan oleh I Manginyarrang Daeng Makkio Karaeng Kanjilo, yang juga dikenal sebagai Sultan Mudaffar Tumammaliang ri Timoro. Sultan Mudaffar memerintah sebagai Raja Tallo VIII dari tahun 1623 hingga 18 Mei 1641.

Penerusnya melanjutkan jejak Karaeng Matoaya dalam mempertahankan Islam sebagai agama resmi kerajaan dan melanjutkan tradisi keislaman yang telah dibangun.

Pengaruh Karaeng Matoaya dalam penyebaran Islam di Sulawesi Selatan tidak bisa dipandang remeh.

Beliau bukan hanya seorang raja, tetapi juga seorang tokoh penyebar agama yang membawa Islam ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari di Makassar.

Melalui peran aktifnya dalam penyebaran Islam, Karaeng Matoaya membangun pondasi yang kuat bagi perkembangan peradaban Islam di Sulawesi Selatan yang berlanjut hingga kini.

Selain itu, integrasi nilai-nilai Islam dalam pemerintahan dan budaya masyarakat memberikan dampak yang mendalam bagi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di wilayah tersebut.

Warisan Karaeng Matoaya masih terasa hingga kini, terutama dalam komunitas Makassar yang masih mempertahankan identitasnya sebagai masyarakat yang religius dan kaya akan budaya Islam.

Makamnya yang dihormati di Tallo menjadi tempat berziarah bagi banyak orang yang ingin mengenang jasa-jasanya sebagai penyebar agama Islam.

Melalui dedikasi dan kepemimpinannya, Sultan Abdullah Awalul Islam atau Karaeng Matoaya telah menorehkan sejarah yang tidak terlupakan dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan Islam di Nusantara.