Muhammadiyah : 1 Ramadhan 2024 jatuh Pada 11 Maret

Ramadhan 2024
Ramadhan 2024 (Foto:Int)

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menetapkan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada 11 Maret 2024. Keputusan ini berdasarkan metode Wujudul Hilal.

Keputusan 1 Ramadhan dan Idul Fitri atau Idul Fitri dituangkan dalam surat penetapan hasil perhitungan Ramadhan 1 Syawal tanggal 10 Zulhijah 1445 H yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Dewan Tarjih dan Tajdid serta pihaknya. hal. Muhammadiyah Hamim Ilyas dan Sekretaris Atang Solihin.

“Di Indonesia, 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Senin Pahing, 11 Maret 2024 M,” surat Majelis Tarhih dan Tajdid PP Muhammadiyah diterima di Jakarta, Rabu, 17 Januari 2024.

“Di wilayah Indonesia, 1 Syawal 1445 Hijriah bertepatan dengan Rabu Pahing, 10 April 2024 M,” tulis surat itu, dikutip Antara. Muhammadiyah menggunakan metode perhitungan, yaitu menghitung siklus bulan untuk menentukan awal puasa Ramadhan dan Idul Fitri.

Menurut Tarjih Muhammadiyah, syarat utamanya adalah mengetahui awal bulan Ramadhan. Sesuai keputusan Musyawarah Tarjih Nasional ke-23 di Padang tahun 2003, Hisab mempunyai peranan dan status yang sama dengan Rukyatul hilal yaitu sebagai pedoman penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah.

Perhitungan Muhammadiya merupakan perhitungan yang baik dengan prinsip Wujudul-Hilal. Menggunakan kalkulator sendiri berarti menghitung. Kata ini sering digunakan di langit atau di angkasa. Dalam astronomi, matematika digunakan untuk menentukan posisi Matahari dan Bulan terhadap Matahari. Sementara itu, penggunaan metode perhitungan sendiri berguna dalam menentukan awal bulan berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi.

Namun ada dua cara perhitungan yang perlu Anda ketahui, yaitu perhitungan urfi dan perhitungan internal. Metode perhitungan urfi dilakukan dengan perhitungan berdasarkan rata-rata peredaran bulan dan bumi mengelilingi matahari.

Sistem matematika inilah yang menentukan Shiyam atau puasa yang dimulai pada tanggal 1 bulan Ramadhan dan berakhir pada hari terakhir bulan Ramadhan. Penentuan jumlah 29 atau 30 hari tergantung pada penghitungan tahun lunar dengan menggunakan hari baku bulan Hijriyah untuk bilangan genap dalam setahun.

Sedangkan penggunaan perhitungan penting mengacu pada pergerakan bulan di langit. Ini menunjukkan awal dan akhir bulan tergantung pada posisi atau fase bulan. Metode muhammadiyah ini digunakan untuk menghitung waktu, seperti waktu sholat, puasa, idul fitri, idul adha, dll.

Berbeda dengan keputusan awal Ramadhan yang dilakukan Kementerian Ibadah yang masih belum mengetahui secara pasti hari jatuhnya. Pemerintah menentukan awal Ramadhan dengan menggunakan rukyatul hilal, yaitu metode yang menggunakan mata telanjang atau alat seperti teleskop untuk melacak hilal.

Dimana bentuk bulan sabit yang semakin besar akan mencapai ketinggian 3 hingga 6,4 derajat dan tiga hal yang harus diperhatikan yaitu sebelum matahari terbenam, ijtima minimal 8 jam dan bulan terlihat di atas cakrawala. Jika bulan lunar diamati, maka bulan ini akan berakhir dalam tiga puluh hari, dan hari berikutnya akan ditetapkan sebagai bulan baru.

Proses penentuan awal bulan bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat. Kemudian apabila penampakan hilal tidak ada satupun anggota yang dapat melihat hilal karena cuaca dan kondisi mendung atau faktor lainnya, maka keputusan awal Ramadhan dapat ditunda. Biasanya NU menentukan awal bulan dengan menunggu sidang isbat.

Oleh karena itu, seringkali terjadi perbedaan penentuan jadwal puasa Ramadhan antara Muhammadiyah dan pemerintah. Meskipun demikian, umat Islam harus selalu menghormati satu sama lain atas keputusan yang diambil. Sebab keduanya mempunyai tujuan utama yang sama, yaitu memperkuat umat Islam dan memajukan Islam.