Hiasan Terindah: Akhlak yang Baik

Akhlak yang baik merupakan perhiasan seorang Muslim. (ilustrasi : int)

Serambimuslim.com– Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah yang paling indah akhlaknya.”

Hadis ini menggambarkan bahwa keindahan dalam Islam tidak terbatas pada penampilan fisik semata, melainkan lebih pada akhlak atau perilaku seseorang.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki akhlak mulia lebih tinggi kedudukannya di mata Allah SWT daripada orang yang sekadar tampak baik secara lahiriah.

Akhlak adalah cerminan sejati dari kualitas seseorang sebagai seorang Muslim. Sebagai makhluk sosial, setiap orang tentu ingin tampil baik di mata orang lain.

Oleh karena itu, tidak jarang kita menjumpai orang-orang yang menghias diri mereka dengan perhiasan fisik, baik berupa pakaian, aksesoris, atau penampilan lainnya, agar tampak lebih menarik.

Namun, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, hiasan yang utama bukanlah benda-benda yang melekat di tubuh, tetapi akhlak yang tercermin dalam sikap dan tindakan kita sehari-hari.

Akhlak yang mulia merupakan perhiasan yang jauh lebih indah dan abadi, yang membawa kebaikan tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.

Bagi seorang Muslim, hiasan yang paling menawan adalah akhlak yang baik. Akhlak yang baik tidak hanya indah dipandang, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai spiritual yang dalam, yang mencakup ridha Allah SWT.

Akhlak merupakan penggerak utama dalam menjalani kehidupan yang penuh makna dan menghindarkan seseorang dari perilaku buruk yang merusak dirinya maupun masyarakat sekitar.

Menghiasi diri dengan akhlak mulia berarti mempertegas jati diri sebagai makhluk ciptaan-Nya yang telah diberikan akal dan hati untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.

Dalam Al-Qur’an surah at-Tin ayat 5-6, Allah SWT berfirman, “Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Kemudian Kami kembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah.”

Ayat ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan dengan potensi yang sangat besar untuk menjadi makhluk yang paling mulia, dengan akal dan hati yang dapat membimbingnya menuju kebahagiaan sejati.

Namun, tanpa akhlak yang baik, manusia bisa terperosok pada kehinaan, meskipun secara fisik atau materi mereka berada pada posisi yang tinggi.

Akhlak menjadi parameter yang membedakan manusia dengan binatang. Tanpa akhlak, manusia hanya mengikuti naluri seperti hewan yang mencari kepuasan sesaat tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain.

Akal yang tidak dipergunakan untuk mengendalikan perilaku dan tindakan seseorang akan membawa akibat yang buruk bagi kehidupan sosial.

Manusia yang tidak peduli dengan akhlak yang baik sebenarnya sedang terjerumus dalam kehinaan.

Walaupun mereka memiliki kekuasaan, harta, atau status yang tinggi, pada akhirnya mereka akan ditinggalkan oleh orang-orang di sekitarnya, karena tidak ada dasar yang kokoh untuk membangun hubungan yang tulus.

Sifat-sifat buruk seperti kesombongan, keangkuhan, dan ketidakpedulian terhadap orang lain hanya akan menyebabkan seseorang dijauhi, meskipun secara materi mereka tampak sukses.

Masyarakat yang hidup tanpa akhlak mulia bagaikan sekumpulan hewan di hutan rimba, di mana yang kuat menindas yang lemah, dan yang kaya menindas yang miskin.

Dalam masyarakat seperti ini, tidak ada rasa saling menghormati, saling menjaga, atau bekerja sama untuk kebaikan bersama.

Setiap orang hanya peduli pada kepentingannya sendiri, tanpa memedulikan orang lain. Tanpa akhlak, masyarakat akan terpecah belah dan kehidupan akan menjadi kacau.

Hal yang paling urgen dalam suatu masyarakat adalah adanya pemimpin yang memiliki akhlak mulia.

Pemimpin yang tidak peduli dengan akhlak akan menularkan sifat buruknya kepada bawahannya dan seluruh masyarakat yang dipimpinnya.

Terlebih lagi, jika pembantunya hanya membela pemimpin yang tidak memiliki akhlak baik, maka kerusakan akan semakin parah.

Tidak jarang sejarah mencatatkan bahwa kemerosotan sebuah peradaban dimulai dari kelalaian dalam menjaga nilai-nilai akhlak, baik oleh pemimpin maupun masyarakatnya.

Oleh karena itu, penting bagi setiap individu, terutama pemimpin, untuk menjaga dan menumbuhkan akhlak yang baik.

Sejarah juga mencatat bahwa Islam berkembang bukan melalui paksaan atau peperangan, tetapi karena akhlak mulia yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Banyak orang yang masuk Islam karena terpesona dengan karakter beliau yang penuh kasih sayang, jujur, amanah, dan adil.

Akhlak Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umat Islam di seluruh dunia dalam menjalani kehidupan yang harmonis dan damai.

Islam menyebar luas melalui contoh yang baik, bukan melalui kekuatan fisik atau politik.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seharusnya berusaha untuk menghiasi diri dengan akhlak mulia yang mencerminkan iman kita kepada Allah SWT.

Akhlak yang baik akan membawa manfaat bagi diri kita sendiri, keluarga, dan masyarakat. Akhlak yang baik akan membuat kita lebih dihormati, lebih mudah diterima oleh orang lain, dan lebih dekat dengan ridha Allah SWT.

Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim, marilah kita senantiasa berusaha untuk men

jaga dan meningkatkan akhlak kita dalam setiap aspek kehidupan.

Dengan akhlak yang baik, kita akan menjadi pribadi yang lebih bermanfaat bagi orang lain dan lebih dekat dengan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.