SerambiMuslim.com–Fenomena mengemis secara daring (online) melalui platform media sosial seperti TikTok kini semakin menjamur. Tidak sedikit pengguna yang melakukan aksi ekstrem demi mendapatkan perhatian dan donasi dari penonton. Mulai dari berjoget secara berlebihan, berendam dalam lumpur, hingga melakukan berbagai tantangan aneh dan tak jarang merendahkan martabat diri, semua dilakukan dalam sesi live streaming dengan harapan memperoleh gift virtual yang bisa diuangkan.
Kegiatan ini memicu reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian menilai hal tersebut sebagai hiburan semata, namun tak sedikit pula yang mengkritik keras karena dinilai mengeksploitasi diri sendiri demi kepentingan ekonomi instan. Terlebih, mayoritas pelaku aksi ini bukan dari kalangan yang benar-benar membutuhkan secara ekonomi atau dalam keadaan darurat.
Mengemis dalam bentuk apa pun, baik secara langsung di jalanan maupun secara daring di dunia maya, sesungguhnya bukan fenomena baru. Namun, dengan perkembangan teknologi dan kemudahan akses media sosial, praktik ini mengalami pergeseran bentuk dan tampilan yang lebih modern—namun tetap menuai kontroversi.
Dalam ajaran Islam, tindakan meminta-minta memiliki batasan yang sangat tegas. Islam sangat menghargai kerja keras, kejujuran, dan kemandirian sebagai bagian dari akhlak mulia. Rasulullah SAW bersabda, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah,” yang berarti memberi lebih baik daripada meminta.
Islam memperbolehkan seseorang untuk meminta bantuan hanya dalam kondisi darurat, yakni ketika tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup, atau ketika seseorang benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk mencari nafkah. Selain dari itu, mengemis dianggap sebagai tindakan yang merendahkan martabat dan tidak sesuai dengan semangat kemandirian yang diajarkan oleh Islam.
Imam Abu Hamid al-Ghazali, seorang ulama besar dalam sejarah Islam, menegaskan bahwa meminta-minta tanpa kebutuhan mendesak mencerminkan ketidaksyukuran atas rezeki Allah dan menunjukkan kelemahan spiritual. Menurutnya, seseorang yang masih mampu berusaha sebaiknya menjauhi praktik tersebut demi menjaga harga diri dan nama baik di hadapan masyarakat.
Melihat fenomena mengemis online yang kini marak di TikTok, para ulama dan cendekiawan muslim memandangnya sebagai bentuk tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam hukum Islam, meminta-minta secara terang-terangan tanpa alasan yang syar’i dikategorikan sebagai perbuatan haram.
Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ”
“Barang siapa yang meminta-minta padahal ia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya ia memperbanyak bara api neraka.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini dengan tegas melarang tindakan meminta-minta bagi mereka yang masih memiliki kecukupan atau kemampuan untuk bekerja. Maka dari itu, mengemis di media sosial seperti TikTok, terutama oleh individu yang sehat dan mampu bekerja, tidak hanya melanggar etika, tetapi juga termasuk dalam perbuatan dosa.
Lebih dari sekadar pelanggaran agama, mengemis online juga menimbulkan dampak sosial yang memprihatinkan. Praktik ini dikhawatirkan akan membentuk pola pikir instan dalam masyarakat, terutama di kalangan anak muda, yang melihat media sosial sebagai sarana cepat mendapatkan uang tanpa kerja keras.
Ketergantungan pada belas kasihan penonton juga bisa mengikis semangat bekerja dan berusaha. Padahal, Islam sangat menekankan pentingnya ikhtiar dan usaha dalam mencari rezeki yang halal. Dalam jangka panjang, fenomena ini dapat menurunkan standar moral masyarakat dan memperburuk persepsi publik terhadap nilai-nilai kerja keras dan martabat hidup.
Di tengah arus teknologi digital yang tak terbendung, umat Islam diimbau untuk lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial. Alih-alih menggunakannya untuk hal-hal yang merendahkan martabat, platform seperti TikTok dapat dijadikan wadah untuk berdakwah, berbagi ilmu, atau mengembangkan usaha secara kreatif.
“Media sosial itu netral. Yang membuatnya berdampak baik atau buruk adalah bagaimana kita menggunakannya. Jangan sampai kita tergelincir dalam perilaku yang bertentangan dengan syariat hanya demi popularitas atau keuntungan sesaat,” ujar Ustaz Arif Rahman, seorang dai muda yang aktif berdakwah di media sosial.
Menghargai diri sendiri, menjaga kehormatan, dan terus berusaha dalam batas kemampuan adalah prinsip dasar yang harus tetap dijaga, baik di dunia nyata maupun dunia digital. Islam mengajarkan bahwa rezeki datang dari Allah SWT melalui jalan yang halal dan penuh keberkahan—bukan melalui jalan yang mempermalukan diri sendiri demi simpati orang lain.