SerambiMuslim.com– Di Tiongkok, puasa merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan menjadi kewajiban agama bagi setiap Muslim. Dalam komunitas Muslim Tiongkok, puasa sering disebut sebagai ‘Ba Zhai’. Ibadah ini memiliki makna mendalam dalam membentuk disiplin diri, meningkatkan pengendalian diri, serta menumbuhkan rasa empati terhadap mereka yang kurang mampu.
Dalam budaya Muslim Tiongkok, Ramadan dianggap sebagai bulan paling suci dan meriah sepanjang tahun. Umat Islam mengungkapkan rasa syukur dan hormat atas berkah Allah melalui puasa dan doa yang tulus. Ramadan, yang merupakan bulan kesembilan dalam kalender Islam, diperingati sebagai bulan ketika Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Selama Ramadan, umat Islam berpuasa sejak sebelum fajar hingga matahari terbenam, tanpa makan dan minum. Selain menahan diri dari konsumsi makanan dan minuman, puasa juga melibatkan pengendalian diri dari perilaku buruk, seperti berbohong, bertengkar, dan menyebarkan rumor.
Makna dan Pentingnya Puasa
Puasa tidak hanya berfungsi sebagai bentuk ibadah, tetapi juga sebagai disiplin spiritual yang mendalam. Ibadah ini bertujuan untuk membentuk pengendalian diri, menumbuhkan kasih sayang, serta meningkatkan rasa syukur di kalangan umat Islam. Dengan mengalami rasa lapar dan haus, umat Muslim dapat lebih memahami penderitaan orang-orang miskin, sehingga meningkatkan kepedulian sosial.
Selain itu, puasa juga mengajarkan konsep hidup hemat dan mengurangi pemborosan. Setelah Ramadan berakhir, umat Islam merayakan Idulfitri, sebuah perayaan besar yang menandai berakhirnya bulan suci. Hari raya ini menjadi momen bagi umat Islam untuk berkumpul bersama keluarga dan kerabat, saling bermaaf-maafan, serta berbagi kebahagiaan.
Puasa dalam Tradisi Suku Hui
Bagi Muslim suku Hui di Tiongkok, puasa memiliki makna religius dan budaya yang kuat. Suku Hui merupakan salah satu kelompok minoritas Muslim terbesar di Tiongkok, tersebar di 31 provinsi, daerah otonom, dan kotamadya. Daerah Otonomi Hui Ningxia merupakan pemukiman utama mereka, dengan populasi sekitar 1,86 juta jiwa atau 18,9% dari total populasi Hui di negara tersebut. Selain itu, komunitas Hui yang signifikan juga terdapat di Beijing, Hebei, Mongolia Dalam, Liaoning, Anhui, Shandong, Henan, Yunnan, Gansu, Xinjiang, dan Qinghai.
Asal-usul suku Hui dapat ditelusuri sejak Dinasti Tang, namun keberadaan mereka lebih jelas terbentuk pada masa Dinasti Ming. Selama periode tersebut, suku Hui berperan dalam berbagai peristiwa sejarah, termasuk perjuangan melawan agresi imperialis serta partisipasi dalam “Gerakan Empat Mei” dan pembentukan Partai Komunis Tiongkok.
Puasa bagi masyarakat Hui memiliki aturan ketat, yang melarang konsumsi makanan, minuman, dan aktivitas lain yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti merokok dan melakukan hubungan suami-istri selama siang hari. Sejarah puasa dalam Islam bermula sejak masa Nabi Muhammad. Ketika beliau berusia 40 tahun, Allah menurunkan wahyu pertama melalui Malaikat Jibril pada malam yang dikenal sebagai Laylat al-Qadr, malam penuh keberkahan.
Untuk memperingati peristiwa ini, Nabi Muhammad menetapkan kewajiban puasa selama bulan kesembilan dalam kalender Islam, yang diakhiri dengan perayaan Idulfitri. Idulfitri merupakan salah satu hari raya terbesar bagi umat Islam, yang dalam budaya suku Hui setara dengan perayaan Tahun Baru.
Puasa sebagai Identitas Budaya
Puasa bagi suku Hui bukan hanya sebuah kewajiban agama, tetapi juga bagian dari identitas budaya mereka. Tradisi ini telah berkembang menjadi bagian dari kehidupan sosial yang lebih luas di Tiongkok, dihormati oleh berbagai kelompok masyarakat lainnya. Dengan menjalankan puasa, umat Muslim Hui tidak hanya menegaskan keimanan mereka, tetapi juga mempererat solidaritas sosial serta menjaga nilai-nilai budaya dan spiritual yang telah diwariskan secara turun-temurun.