Dampak LDR dalam Pernikahan Menurut Islam

pasangan suami istri ilustrasi. (int)

Serambimuslim.com– LDR (Long Distance Relationship) dalam pernikahan terjadi karena berbagai alasan, baik itu studi, tugas pekerjaan, tuntutan ekonomi, hukuman, maupun poligami.

Dalam beberapa situasi, pasangan harus terpisah sementara waktu karena adanya kewajiban tertentu yang mengharuskan salah satu atau keduanya berada di tempat yang jauh.

Salah satu penyebab LDR yang umum adalah studi, di mana seorang pasangan harus melanjutkan pendidikan di luar kota atau luar negeri.

Hal ini sering kali terjadi ketika seseorang menerima beasiswa yang hanya mencakup biaya pendidikan dan kebutuhan pribadi, sementara biaya hidup lainnya harus ditanggung sendiri.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku Fiqih LDR Suami Istri karya Aini Aryani, LC, hubungan jarak jauh sering kali tidak terhindarkan dalam kondisi seperti ini.

Selain itu, pekerjaan juga menjadi alasan yang signifikan bagi terjadinya LDR. Beberapa profesi, seperti PNS, anggota TNI, Polri, atau pekerja di luar negeri, memaksa pasangan hidup berjauhan karena tuntutan pekerjaan atau ekonomi.

Dalam banyak kasus, suami atau istri harus tinggal di tempat yang jauh demi menunaikan tanggung jawab profesional atau demi memperoleh penghasilan yang lebih baik.

Ini juga berlaku bagi mereka yang bekerja di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Keputusan untuk terpisah karena pekerjaan seringkali bukan pilihan yang mudah, tetapi menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan demi kesejahteraan keluarga.

Namun, meskipun ada alasan-alasan yang mendasari terjadinya LDR, hubungan jarak jauh dalam pernikahan juga membawa sejumlah risiko.

Salah satu risiko yang paling sering terjadi adalah perselingkuhan. Kejadian ini sering kali disebabkan oleh rasa kesepian, kebutuhan biologis yang tak terpenuhi, atau ketidakmampuan untuk menjaga komitmen karena jarak yang jauh.

Selain itu, LDR juga bisa menyebabkan terjadinya konflik, terutama dalam pernikahan yang melibatkan poligami, di mana ketidakhadiran salah satu pihak bisa menimbulkan kecemburuan atau ketegangan.

Tanpa komunikasi yang baik, kejujuran, dan komitmen yang kuat, hubungan jarak jauh bisa merusak fondasi pernikahan dan berujung pada perceraian.

Dalam ajaran Islam, istri diwajibkan untuk tinggal bersama suami di rumah yang telah ditentukan oleh suami. Hal ini adalah syarat agar istri berhak mendapatkan nafkah dari suaminya.

Dalam ilmu fikih, istilah ini disebut sebagai tamkin, yang berarti menetap bersama suami. Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama dari mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah, dan Al-Hanabilah.

Dalam hal ini, Aini Aryani juga menegaskan bahwa kewajiban suami untuk memberikan nafkah baru berlaku setelah istri mulai tinggal bersama suami, bukan sejak akad nikah dilangsungkan.

Hal ini mencerminkan bahwa dalam ajaran Islam, kehidupan bersama suami istri di satu tempat adalah kewajiban yang perlu dijalankan demi keharmonisan rumah tangga.

Kisah Rasulullah SAW yang menikahi Aisyah RA juga menjadi contoh dalam hal ini, di mana nafkah diberikan setelah keduanya tinggal bersama.

Jika seorang istri menolak ajakan suami untuk tinggal bersama tanpa alasan yang syar’i, maka hal ini dianggap sebagai nusyuz atau pembangkangan, yang menyebabkan hak nafkah istri bisa gugur.

Dalam kondisi di mana kedua belah pihak tetap ridha dan tidak ada unsur pembangkangan, kewajiban suami untuk menafkahi tetap berlaku.

Istri juga tetap harus menjalankan kewajibannya, seperti menjaga kehormatan diri dan harta suami.

Islam juga mengajarkan agar seorang istri meminta izin kepada suami jika hendak bepergian keluar rumah, kecuali untuk kegiatan rutin yang telah diketahui dan disetujui oleh suami.

Selain itu, istri tidak diperkenankan menerima tamu lelaki yang bukan mahram, kecuali atas izin suami. Hal ini bertujuan untuk menjaga kehormatan rumah tangga.

Seperti dalam hadis riwayat Bukhari yang menjelaskan, “Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sunnah padahal suaminya bersamanya, kecuali jika suaminya mengizinkan. Dan janganlah wanita itu mengizinkan seseorang masuk ke rumahnya kecuali atas izin suaminya.”

Sebagai seorang istri, menjaga amanah suami menjadi kewajiban yang penting, terutama ketika suami tidak ada di rumah.

Amanah tersebut mencakup menjaga harta suami dengan membelanjakannya secara bijak dan tidak berlebihan.

Dalam hal ini, seorang istri harus menunjukkan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan menjaga rumah tangga dan keluarga dengan baik.

Islam menegaskan bahwa wanita yang shalihah adalah mereka yang taat kepada Allah, menjaga kehormatan diri, dan menjaga kepercayaan suami dalam berbagai aspek rumah tangga.

Allah berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 34: “Maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”

Prinsip-prinsip ini dirancang untuk menjaga keharmonisan hubungan suami istri, meskipun terpisah jarak, serta memastikan bahwa keduanya tetap menjalankan kewajibannya sesuai ajaran Islam.