Serambimuslim.com– Dalam agama Islam, terdapat pedoman yang sangat jelas mengenai aturan makanan halal dan haram yang harus diikuti oleh umat Muslim.
Salah satu jenis makanan yang secara tegas diharamkan dalam Islam adalah daging babi. Larangan ini disebutkan dalam Al-Qur’an dengan jelas dan tegas, karena daging babi dianggap najis dan tidak layak untuk dikonsumsi oleh umat Islam.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-An’am ayat 145:
قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَإِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ
Artinya: “Katakanlah, ‘Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali (daging) hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi karena ia najis, atau yang disembelih dengan menyebut (nama) selain Allah.'” (Al-An’am: 145)
Ayat ini menjelaskan dengan jelas bahwa daging babi termasuk dalam kategori makanan yang diharamkan karena dianggap najis. Hal ini menjadi bagian dari ajaran agama Islam untuk menjaga kesucian dan kesehatan umat Muslim.
Oleh karena itu, mengonsumsi daging babi adalah hal yang dilarang keras, dan umat Islam harus menghindarinya dengan tegas.
Namun, sering kali muncul pertanyaan, bagaimana jika seseorang tidak sengaja mengonsumsi daging babi? Misalnya, karena tidak tahu, tertukar, atau dalam situasi tertentu yang tidak terduga.
Dalam syariat Islam, ada ketentuan mengenai hal ini yang harus dipahami oleh umat Muslim. Perbuatan haram, seperti mengonsumsi daging babi, diatur berdasarkan niat dan kesadaran seseorang.
Jika seseorang tidak mengetahui bahwa makanan yang dimakannya mengandung daging babi, maka perbuatannya tidak dianggap dosa. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam buku Taudhihul Adillah 6 – Penjelasan tentang Dalil-dalil Muamalah karya M. Syafi’i Hadzami.
Hukum syariat Islam hanya berlaku bagi orang yang mengetahui dan sengaja melakukan perbuatan tersebut. Jika seseorang tanpa sengaja memakan daging babi, misalnya karena tidak tahu atau tertukar, maka ia tidak dianggap berdosa.
Namun, jika ia mengetahui bahwa makanan yang dikonsumsi mengandung daging babi setelah sebagian dimakan, maka ia wajib segera menghentikan makanannya, mengeluarkan makanan yang masih ada di mulut, dan mencuci bagian tubuh yang terkena najis. Ini dilakukan untuk menjaga kesucian tubuh dan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap aturan agama.
Kasus tidak sengaja memakan daging babi seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seseorang membeli makanan seperti sosis, sate, bakso, abon, atau dendeng tanpa mengetahui bahwa bahan dasarnya adalah daging babi.
Dalam hal ini, jika ia benar-benar tidak tahu, maka perbuatan tersebut tidak dianggap dosa. Namun, begitu ia mengetahui bahwa makanan tersebut mengandung daging babi, ia harus segera berhenti dan membersihkan diri dari najis tersebut.
Selain itu, Islam memberikan kelonggaran dalam situasi darurat. Jika seseorang berada dalam kondisi terdesak, seperti kelaparan yang mengancam nyawa dan tidak ada makanan halal yang tersedia, maka memakan daging babi diperbolehkan untuk menyelamatkan hidup.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 3:
فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memberikan kelonggaran dalam kondisi darurat. Dalam keadaan tersebut, memakan daging babi diperbolehkan, tetapi harus dilakukan dengan niat untuk menyelamatkan hidup, bukan karena keinginan atau dosa.
Lebih lanjut, pada surah Al-Baqarah ayat 195, Allah SWT juga berfirman:
وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Kelonggaran ini merupakan bukti kasih sayang Allah kepada umat-Nya. Dalam keadaan darurat yang mengancam nyawa, Islam memberikan izin untuk memakan daging babi sebagai jalan untuk mempertahankan hidup.
Namun, jika memungkinkan, kita harus menghindari hal tersebut dengan memilih makanan halal yang ada.
Salah satu hikmah di balik larangan memakan daging babi dalam Islam adalah karena karakteristik biologis dari babi itu sendiri. Babi merupakan hewan omnivora yang memakan segala sesuatu, termasuk kotoran dan bangkai.
Ini membuat daging babi mengandung berbagai zat berbahaya yang tidak layak untuk dikonsumsi. Babi juga tidak dapat berkeringat, yang berarti zat-zat berbahaya tetap berada di dalam tubuhnya.
Selain itu, daging babi juga diketahui mengandung racun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Oleh karena itu, larangan untuk mengonsumsi daging babi bukan hanya didasarkan pada perintah agama semata, tetapi juga untuk menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh.
Babi juga dikenal sebagai pembawa berbagai penyakit berbahaya yang dapat menular ke manusia. Dengan menghindari konsumsi daging babi, umat Islam melindungi diri mereka dari bahaya yang dapat membahayakan kesehatan.
Dalam kehidupan sehari-hari, sangat penting bagi umat Islam untuk berhati-hati dalam memilih makanan. Membaca label makanan, bertanya kepada penjual, dan memastikan kehalalan makanan sebelum dikonsumsi adalah langkah-langkah yang penting untuk menghindari masuknya makanan haram ke dalam tubuh. Ini menunjukkan ketaatan kepada Allah SWT dan menjaga kemurnian ibadah kita.
Secara keseluruhan, meskipun ada kondisi darurat yang memungkinkan seseorang untuk memakan daging babi, kita tetap harus berhati-hati dan selalu menjaga kesucian diri serta kesehatan tubuh sesuai dengan ajaran Islam.
Semoga kita selalu dapat menjalankan ajaran agama ini dengan penuh kesadaran dan ketaatan.