Penyakit Hati dalam Perspektif Psikologi dan Islam

penyakit hati dalam perspektif islam (int)

Serambimuslim.com–  Penyakit hati, atau dalam istilah psikologi dikenal sebagai psychoses, adalah suatu kondisi gangguan kejiwaan yang mempengaruhi kepribadian seseorang, sehingga membuatnya kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mengelola perasaannya dengan baik.

Dalam pengertian umum, psychoses mengacu pada gangguan mental yang sangat berat, yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan untuk berfungsi secara normal dalam kehidupan sehari-hari.

Dua istilah yang sering terkait dengan kondisi ini adalah insanity dan dementia.

  • Insanity merujuk pada keadaan seseorang yang terperangkap dalam kegilaan dan kebingungannya akibat tindakannya yang tidak terkontrol,
  • dementia lebih merujuk pada penurunan fungsi mental, seperti gangguan memori dan kemampuan berpikir yang tajam.

Namun, dalam konteks penyakit hati yang dibahas dalam agama Islam, gangguan ini lebih cenderung merujuk pada perubahan dalam sifat dan perilaku individu, yang menyebabkan mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik dengan masyarakat sekitar.

Penderita penyakit hati sering kali tidak menyadari bahwa dirinya sedang mengalami masalah, dan malah merasa dirinya lebih baik dan lebih penting daripada orang lain.

Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam hubungan seseorang dengan dirinya sendiri dan lingkungannya.

Dalam pandangan Islam, penyakit hati sering kali dikaitkan dengan sifat-sifat buruk yang dapat merusak jiwa seseorang, seperti kesombongan, iri hati, amarah, dan sebagainya.

Sifat-sifat ini dikenal dalam istilah al-akhlaq al-mazmumah atau perilaku tercela.

Hasan Muhammad as-Syarqawi dalam bukunya Nahw ‘Ilmiah Nafsi membagi penyakit hati ini menjadi sembilan bagian, di antaranya adalah riya’ (pamer), marah (emosi yang tidak terkendali), lalai dan lupa (al-ghaflah wan nisyah), was-was (keraguan yang mengganggu), frustrasi (putus asa), rakus (tama’), terperdaya (al-ghurur), sombong (al-ujub), dan dengki (al-hasd wal-hiqd).

Keempat penyakit hati yang akan dibahas lebih lanjut di sini adalah riya’, marah, membanggakan diri (ujub), dan iri hati/dengki.

Masing-masing dari sifat buruk ini dapat berfungsi sebagai indikator dari gangguan psikologis yang lebih dalam, yang dalam dunia psikologi sering kali disebut sebagai psychoses.

1. Riya’ (Pamer)

Penyakit riya’ adalah penyakit hati yang muncul ketika seseorang berusaha untuk memperlihatkan amalan atau kebajikan dengan tujuan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain.

Ini adalah bentuk kepura-puraan yang sering kali sulit untuk disadari oleh individu yang mengalaminya.

Sebagaimana dijelaskan oleh As-Syarqawi, riya’ bisa merasuk ke dalam jiwa seseorang secara perlahan tanpa disadari, dan hampir tidak ada orang yang terhindar dari serangan penyakit ini kecuali orang-orang yang ikhlas dan taat kepada Allah SWT.

Islam mengajarkan untuk menghindari sifat riya’, karena hal ini tidak hanya mencemari keikhlasan seseorang dalam beribadah, tetapi juga menyebabkan hubungan yang tidak tulus antara individu dengan orang lain.

Salah satu cara untuk mengatasi riya’ adalah dengan mengikis keinginan untuk mendapatkan pujian dari manusia dan menggantinya dengan tekad untuk hanya mengharap ridha Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “Yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi.”

2. Marah (Al-Ghadab)

Emosi marah sering kali memuncak dalam diri seseorang dan bisa menguasai seluruh pikiran dan perasaan, menyebabkan individu bertindak impulsif dan destruktif.

Ketika seseorang marah, mereka cenderung mengucapkan kata-kata kasar atau melakukan tindakan yang merusak, baik secara fisik maupun emosional.

Dalam banyak kasus, marah juga bisa menyebabkan kebencian, iri hati, dan sikap yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Islam mengajarkan pentingnya mengendalikan amarah. Nabi Muhammad SAW menyarankan untuk menahan diri dan tidak membuat keputusan penting ketika berada dalam keadaan marah.

Sebagai pengobatan, Islam mengajarkan pentingnya kesabaran dan kasih sayang.

Para ulama, seperti al-Ghazali, menekankan bahwa cara untuk mengatasi amarah adalah dengan memperbanyak mujahadah (berjuang melawan hawa nafsu), dan menanamkan sifat sabar.

3. Membanggakan Diri (Ujub)

Perasaan bangga diri atau ‘ujub adalah perasaan yang timbul ketika seseorang merasa dirinya lebih baik atau lebih sempurna daripada orang lain.

Meskipun terkadang berbeda dengan kesombongan (kibr), ‘ujub juga dapat memunculkan sikap sombong dan merendahkan orang lain.

Perasaan ‘ujub sering kali menghalangi seseorang untuk melihat kekurangan dirinya dan menerima kritik dengan lapang dada.

Menurut As-Syarqawi, ‘ujub adalah penyakit mental yang sangat berbahaya karena membuat hati seseorang menjadi keras dan tidak mudah menerima kebaikan atau nasehat.

Seseorang yang merasa terlalu bangga dengan dirinya akan menutup mata terhadap kekurangan dirinya, bahkan seringkali mengabaikan kewajiban-kewajiban agama.

4. Iri Hati dan Dengki (Hasad dan Higd)

Iri hati atau dengki adalah perasaan yang timbul ketika seseorang merasa tidak senang atau cemburu terhadap kesuksesan atau kebahagiaan orang lain.

Perasaan ini sering kali disertai dengan keinginan untuk melihat orang tersebut menderita atau kehilangan apa yang telah dicapainya.

Islam mengajarkan bahwa rasa iri atau dengki yang berlebihan dapat merusak hubungan sosial dan juga merusak hati seseorang.

As-Syarqawi membagi iri hati menjadi dua jenis, yaitu iri yang melahirkan kompetisi sehat (al-munafasah) dan iri yang melahirkan kompetisi tidak sehat (al-hasd wal hiqd).

Iri yang sehat adalah iri yang mendorong seseorang untuk berlomba-lomba dalam kebaikan tanpa adanya niat jahat. Sebaliknya, iri yang tidak sehat lebih didorong oleh kebencian dan keinginan untuk merugikan orang lain.